Minggu, 28 Februari 2021

RAJAB BULAN ISRA



Bulan Rajab 1442 Hijriyah saat ini telah menapak hari yang ke-17. Sudah separuh lebih telah terlewati, hari-hari di bulan mulia ini. Bulan Rajab menjadi istimewa karena salah satunya di bulan inilah terjadi peristiwa besar yakni Isra’ dan Mi’raj. Umumnya umat Islam di Indonesia memperingati peristiwa Isra’ dan Mi’raj setiap bulan Rajab pada tanggal 27. Artinya sepuluh hari lagi peristiwa agung yang merupakan mukjizat Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam akan kita kenang lagi. Menggali kembali hikmah dan mengambil ibrah dari sejarah peristiwa Isra dan Mi’raj.

Dikutip dari Sirah Nabawiyah yang disusun oleh Syaikh Shafiyurrahman Al-Mubarakfury, waktu (kejadian) peristiwa Isra terdapat beberapa pendapat. Ada yang berpendapat Isra terjadi pada tahun pertama kenabian. Ini pendapat Ath-Thabary. Pendapat berikutnya, menurut An-Nawawy Isra terjadi pada tahun kelima kenabian. Ada pula ulama yang berpendapat peristiwa Isra terjadi setahun sebelum hijrah, atau pada bulan Rabi’ul Awwal tahun ke-tiga belas. Dari sisi waktu memang masih ada perbedaan di antara ulama, namun dari sisi kebenaran peristiwa Isra sudah tidak ada lagi keraguan. Karena peristiwa Isra Nabi Muhammad disebutkan (dikisahkan) dalam surat Al-Isra ayat pertama.

Ada dua perjalanan yang dilakukan Nabi yang memiliki pengaruh sangat besar dalam dakwah beliau. Perjalanan itu adalah Isra dan hijrah Nabi ke Madinah. Dua perjalanan yang bila dikaji mendalam mengandung hikmah yang agung. Perjalanan Isra menunjukkan sisi Nabi Muhammad sebagai hamba Allah yang begitu dikasihi oleh Allah. Dalam bahasa kita Nabi Muhammad adalah hamba kinasih-Nya, kekasih Allah. Sehingga peristiwa Isra adalah peristiwa “langit”. Nabi melampaui batas-batas kenormalan sebagai manusia. Peristiwa Isra bukanlah peristiwa biasa, peristiwa yang hanya terjadi pada hamba dan Nabi pilihan.

Berbeda dengan peristiwa Isra, peristiwa hijarah Nabi ke Madinah sarat dengan nilai perjuangan dan pengorbanan. Hijrah menunjukkan bahwa dakwah itu memerlukan strategi (perencanaan), pengorbanan dan kesabaran. Kita mengambil pelajaran bagaimana perjalanan hijrah Nabi dengan sahabat beliau Abu Bakar dilakukan dengan perencanaan yang jeli, mengatur strategi, dan perjuangan yang berat karena harus menaiki unta melintasi jalan yang berat selama 8 hari. Perjalanan hijrah Nabi menunjukkan bahwa Nabi adalah sosok pemimpin yang cerdas membuat perencanaan. Rasulullah mengatur waktu keberangkatan, perbekalan dan menyiapkan penunjuk jalan yaitu Abdullah bin Uraiqith.

Bila Isra adalah tanda-tanda kebesaran Allah (mukjizat), maka hijrah adalah peristiwa “bumi” yang menunjukkan sisi kemanusiaan Nabi. Bandingkan, pada peristiwa Isra Nabi menggunakan kendaraan Buraq yang kecepatannya laksana kilat. Sedangkan dalam peristiwa hijrah beliau menggunakan unta. Dalam peristiwa hijrah nabi tampil sebagai pemimpin besar yang bisa diteladani. Beliau melalui semua proses beratnya hijrah sebagai uswah bagi umatnya.

 

Selamat Istirahat.

 

 

Sabtu, 27 Februari 2021

SEPINYA DUNIA SEPAK BOLA #3



 

Masih seputar sepak bola. Tak bisa dipungkiri sepak bola adalah olah raga paling populer di dunia dan sudah pasti begitu pula di negeri kita. Sepak bola adalah olah raga rakyat, meski sebenarnya secara prestasi bulu tangkis lebih layak dibanggakan. Sepak bola adalah olah raga yang paling saya pahami ‘seluk-beluknya’. Saya mengetahui pemain-pemain yang terkenal, klub dunia yang melegenda, maupun seputar liga sepak bola populer negara-negara Eropa. Padahal saya tidak bisa main sepak bola.

Menjadi penggemar sepak bola, tepatnya sejak gelaran piala dunia tahun 1994 di Amerika Serikat. Semua bermula dari pemain Nasional Italia Roberto Baggio yang begitu menarik perhatian saya. Namanya juga mirip pelawak terkenal Jawa Timur pada tahun itu, “Bagio” pasangannya Kirun. Tampilannya yang flamboyan begitu memikat sehingga menjadikan saya pecinta bola hingga kini. Namun pada akhirnya pada final “World Cup” tahun 1994 itu saya kecewa berat karena pemain kebanggaan saya gagal melakukan tendangan pinalti, tembakannya melayang jauh dari mistar, dan Italia gagal meraih tropi piala dunia untuk ke-empat kalinya.

Sepak bola mengajarkan sportifitas, loyalitas, team work dan perjuangan keras. Berbeda dengan olah raga personal, sepak bola lebih unik dan rumit. Seorang pemain yang berlebel "bintang" belum tentu menjadi jaminan kemenangan sebuah tim. Karena kerja sama dan strategi pelatih membutuhkan kolektifitas, bukan hanya tertumpu pada pemain hebat saja. Kumpulan pemain hebat yang ada dalam sebuah kesebelasan tidak serta-merta pasti menghasilkan tim yang solid, karena ada salah satu faktor yang sangat penting yakni pelatih.

Bila berkaca dari itu semua, sepertinya untuk melihat timnas kita “mentas” di level tertinggi sepak bola dunia masih perlu waktu yang relatif panjang. Atau kita fokuskan saja pada olah raga bulu tangkis. Sepertinya harapan untuk bulu tangkis kita merajai dunia sangat logis dan sangat terbuka. Sepak bola sekadar menjadi olah raga antar kampung, permainan jalanan anak-anak atau hiburan saja. Jangan terus mengejar prestasi sepak bola sementara cabang olah raga yang sudah sering membanggakan bangsa kita diabaikan. Sudah banyak gelar bergengsi dunia yang dicapai para atlet bulu tangkis kita, sepatutnya inilah olah raga yang menjadi tumpuhan prestasi.

Sama halnya Amerika Serikat. Mereka lebih mengutamakan olah raga basket dari pada sepak bola. Basket menjadi olah raga andalan dan terpopuler. Tim bola basket USA menjadi yang paling banyak mengoleksi medali emas hingga kini. Tim basket putra USA meraih 15 dari 19 medali emas Olimpiade sejak 1936. Apakah kita mau meniru strategi Amerika.......?

 

 

 

 

 

 

 

Jumat, 26 Februari 2021

SEPINYA DUNIA SEPAK BOLA #2



 

Bila sepak bola dunia saat ini dalam kesunyian karena digelar tanpa penonton, sepak bola kita semakin lebih sunyi. Bukan cuma karena liga sepak bolanya belum bisa berjalan, namun prestasi timnas kita juga masih sunyi. Jangankan untuk berbicara di pentas dunia, untuk level Asia saja kita masih jauh.

Menurut para pakar sepak bola, banyak yang menyebabkan timnas kita minim prestasi. Mulai dari alasan fisik sampai ke alasan mental bertanding. Dari masalah teknik sampai masalah politik. Pokoknya banyak “urusan” yang katanya menjadi penyebab timnas kita susah mengukir prestasi.

Apa benar fisik pemain kita yang tingginya rata-rata di bawah 175 cm menyebabkan kita sering kalah dari tim lain?. Mungkin saja benar. Karena tim-tim bagus dunia rata-rata tinggi pemainnya di atas 175 cm. Bahkan untuk eropa bisa di atas 180 cm. Tapi sebenarnya kalau kita obyektif, pemain-pemain hebat du dunia juga tidak memiliki tinggi tubuh yang ideal. Sebut saja Maradona dan Messi, mereka tingginya di bawah 170 cm. Karena sebenarnya bukan jaminan postur tubuh pemain yang tinggi akan menjadikan dia lebih unggul dari pemain yang memiliki postur pendek.

Kalau direnungkan, pada dasarnya kemampuan manusia itu tidak jauh berbeda. Ketika terlahir semua dalam keadaan lemah tidak berdaya. Masa kecil di manapun berada pasti tidak akan jauh berbeda. Anak kecil sudah pasti akan senang bermain, tidak peduli anak di desa, kota, di negara maju maupun di negara yang masih berkembang.

Kita ambil contoh misalnya dalam “kasus” sepak bola kita. Ketika masih usia yunior, 12, 15 atau usia 16 tahun, timnas yunior kita mampu bersaing dengan tim-tim besar dunia. Sebut saja dari Amerika latin seperti Brazil, Argentina maupun Uruguay. Atau nama-nama besar dari Eropa seperti Jerman, Italia maupun Inggris. Beberapa kali tim yunior kita yang mengikuti turnamen international (dulu sebelum pandemi) meraih hasil yang memuaskan, meskipun belum berhasil menyabet gelar juara. Setidaknya kita masih bisa bersaing dan meiliki level permainan yang tidak jauh.

Saat ini, tentu tidak layak kita membandingkan prestasi sepak bola kita dengan negara eropa maupun Amerika latin. Sebagaimana tidak layak pula, hari ini kita berbicara untuk go piala dunia. Karena saat ini untuk slot piala dunia dari benua Asia masih dikuasai oleh Jepang, Korea Selatan maupun Arab Saudi. Tapi setidaknya para suporter setia timnas kita sudah sangat rindu kita berprestasi di tingkat Asia Tenggara. Tentu alasan fisik sudah tidak relevan menjadi dalih utamanya. Kita bangsa serumpun yang memiliki fisik yang setara (sejajar).

Ada sebuah anekdot. Seorang narapidana yang hendak dihukum mati ditanya tentang permintaan terakhirnya. Dia sebagai pendukung sepak bola nasional ingin sebelum dieksekusi mati sempat menonton timnas bertanding. Pada awalnya permintaannya akan dipenuhi, tapi akhirnya permintaan terakhir tersebut ditolak mentah-mentah oleh petugas. Karena yang ingin dia saksikan adalah pertandingan Timnas Indonesia pada final piala dunia melawan Brazil….. Ya pasti ditolak, kapan itu bisa terjadi,,, [].

 

 

 

 

 

 

 


Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...