Bagaimana
kita bisa terlepas dari perbuatan maksiat?. Kita hidup di zaman akhir. Apa yang ada di sekitar kita banyak
yang menyebabkan kita terjerumus dalam dosa. Apa yang di ponsel, banyak konten
yang condong kepada maksiat. Keluar rumah, di jalan kita juga selalu bertemu
dengan orang yang mengumbar aurat. Duduk bersama teman, ujung-ujungnya isi obrolan juga
seputar ghibah dan mencela orang. Lalu haruskah kita menyendiri dan menjauh
dari pergaulan yang rawan dengan perbuatan dosa.
Memangnya
siapa kita yang merasa bisa bersih dari dosa. Kita hanya manusia biasa bukan
nabi yang suci dan bukan pula malaikat yang selalu taat.
Kenyataan
yang kita hadapi hidup di tengah masyarakat memang seperti ini. Kita mudah
terjerumus dan berbuat dosa. Tapi lari dari pergaulan dan mengasingkan diri
agar selamat dan terhindar dari dosa juga bukan pilihan yang lebih baik.
Menghindar
dari pergaulan berarti menghindar dari kewajiban. Bisa jadi kewajiban sebagai
seorang anak, seorang suami, guru atau seorang mukmin yang memiliki kewajiban
terhadap mukmin yang lain. Siapa yang akan mendidik generasi penerus bila semua
meninggalkan tanggung jawabnya.
Kita
memang harus takut berbuat maksiat, tapi bukan dengan menjauh dari masyarakat. Karena
setiap kita adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawaban. Pemimpin yang lari dari kewajiban yang dipikulnya berarti tidak amanah.
Zaman
memang sudah tua, dan kita hidup di masanya. Sebisa mungkin kita menjauh dari
dosa, meski itu memang sulit. Kalaulah kita alpa, segera saja minta pengampunan-Nya.“Ya Allah
Engkau adalah Tuhanku, tidak ada Tuhan selain Engkau yang telah menciptakanku,
sedang aku adalah hamba-Mu dan aku diatas ikatan janji –Mu. Dan Aku berjanji
kepada-Mu dengan semampuku. Aku berlindung kepadamu dari segala kejahatan yang
telah aku perbuat. Aku mengakui-Mu atas nikmat-Mu terhadap diriku dan aku
mengakui dosaku pada-Mu, maka ampunilah aku, sesungguhnya tiada yang boleh
mengampuni segala dosa kecuali Engkau.” -Sayyidul Istighfar-