Minggu, 05 Desember 2021

MENULIS, SEBUAH ANUGERAH




Menulis adalah cara terindah menuangkan pikiran-pikiran untuk mendialogkan beragam bentuk keagungan Tuhan kepda khalayak. Karena sejatinya kemauan untuk menulis saja itu sudah bentuk kasih sayang Tuhan. Tanpa kasih sayang-Nya tidak mungkin tergerak untuk menulis. Oleh karena itu, pada dasarnya menulis adalah bagian dari wujud hidayah dan kasih sayang terhadap hamba-Nya. (Dikutip dari Melangitkan Doa, Syarah Renungan Transformatif Rektor UIN SATU Tulungagung).

Penulis mungkin tidak selalu mendapatkan “reward” dari apa yang ditulisnya. Tidak pula mendapat imbalan dari setiap kata yang ditulisnya. Tapi yang pasti, dalam aktivitas menulis ada harapan mendapat keberkahan dalam hidup. Berkah karena ilmunya bermanfaat, berkah karena setiap waktu yang dia abdikan dalam menulis membawa kebaikan, meskipun hanya kebaikan kecil.

Menulis bagian dari kesadaran diri pentingnya menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya. Setiap detik, menit, jam dan hari yang berlalu tentunya harus dipertanggungjawabkan. Hasan Al-Bashri pernah mengatakan; Setiap kali satu hari hilang, maka akan hilang pula sebagian dirimu. Pada hakikatnya, waktu bagi manusia adalah umurnya sendiri. Apabila waktu berlalu, maka usianya pun semakin berkurang.

Menulis bagai tabungan kebaikan. Ada impian kelak semua yang telah ditulis menjadi  sesuatu yang menjadi alasan kita untuk bahagia. Atau bahkan di saat kita tidak lagi tinggal di dunia fana ini, akan ada kebaikan yang tetap mengalir.

Sebagaimana orang kaya akan banyak menafkan hartanya untuk simpanan amalnya, orang berilmu pun akan mengamalkan ilmunya. Dan penulis akan menggerakkan penanya untuk meninggalkan jejak dan pesan kebaikan.

 

 

 

  

 

Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...