Minggu, 31 Juli 2022

Orang Keras

 



Karakternya memang seperti itu, keras dan terkesan kasar. Sejak saya mengenal beliau memang sudah seperti itu orangnya. Tidak sedikit orang yang merasa tidak nyaman berinteraksi dengan tetangga kami yang satu ini. Dan sebenarnya saya juga pernah punya pengalaman yang tidak mengenakkan di hati sela bergaul dengan beliau ini.

Yang membedakan dengan orang lain, saya tidak terlalu serius menanggapi orang yang berkarakter keras seperti itu. Paling saya anggap angin lalu dan tidak pernah saya masukkan di hati. Karena bila dimasukkan hati tentu akan membuat telinga merah dan emosi. Tersenyum saja dan ditinggal pergi.

Sebenarnya semua orang bisa berubah, asalkan yang bersangkutan mau berubah. Tapi bagaimana berubah bila dia sendiri tidak menyadari kesalahan yang sering dilakukannya. Pasti akan tetap saja seperti itu, keras dan kaku.

Saya sebenarnya juga kasihan melihat orang yang sifatnya kaku seperti itu. Banyak yang menghindar dan tidak mau mendekat. Tetangga-tetangga terdekat juga tidak nyaman berdekatan. Bahkan saudaranya sendiri juga enggan berhubungan, terlebih orang lain.

Orang memang memiliki pembawaan sendiri-sendiri, tetapi pembawaan keras seperti  itu sudah pasti hanya merugikan diri sendiri juga orang lain. Diingatkan juga tidak bisa, justru menimbulkan perdebatan dan pertentangan. Jadi, nikmati saja sendiri kekerasan dan sifat kakumu.

Sabtu, 30 Juli 2022

Menghindari Penyakit Riya’



Saat ini kita dihadapkan pada suatu masa, ketika harta, kedudukan, serta pujian manusia menjadi ukuran kemuliaan dan ketinggian seseorang di hadapan yang lain. Pola pandang keduniawian yang hanya melihat materi sebagai ukuran. Bahwa orang hebat adalah yang terkenal dan namanya sering disebut di mana-mana, orang sukses adalah orang yang punya kedudukan serta jabatan tinggi. Orang besar adalah mereka yang selalu bekecukupan harta dan hidup tanpa kesusahan, serta banyak indikator-indikator ‘palsu’ dimunculkan untuk merusak pemahaman manusia tentang makna kesuksesan dan kemuliaan. Supaya manusia tertipu dan lupa pada hakikat ketinggian dan kemuliaan yang sebenarnya, yakni ketaqwaan dan ketaatan kepada Allah.

Sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu adalah yang paling bertaqwa (kepada Allah). Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui Mahateliti”. (QS al-Hujurat: 13)

Pola pandang keduniawian salah satunya adalah dampak dari kemajuan di bidang tehnologi. Kemajuan tehnologi di bidang komunikasi telah banyak memberi manfaat bagi umat manusia, namun di sisi lain banyak pula memberi mudharat bagi kita. Kita sadari atau tidak ada pergeseran nilai dalam masyarakat yang cenderung menjadi hedonis, sifat yang mengagungkan dan mengutamakan kenikmatan dunia.

Kemajuan tehnologi menjadikan kita tidak tersekat lagi dengan jarak yang jauh, dan dengan media sosial kita mampu berinteraksi dengan cepat dengan kolega kita di manapun berada.

Namun, banyak masyarakat kurang bijak dalam menggunakan media sosial untuk berkomunikasi, menyebarkan berita bohong, memfitnah orang atau golongan tertentu bahkan menebar kebencian dan permusuhan.

Ada hal yang mungkin kita sering lakukan, media sosial kita gunakan untuk publikasi kegiatan sehari-hari kita, aktifitas kerja, aktifitas keluarga bahkan ibadah kita. Meskipun hal itu tidaklah terlarang, namun ada bahaya yang sedang mengancam kita, yakni kita cenderung terjangkit penyakit riya’.

Akibatnya, banyak orang yang akhirnya beramal hanya demi mencari pujian dan kerelaan manusia, tanpa peduli lagi pada pahala dan balasan dari Allah. Asal pekerjaan itu disenangi dan dikagumi serta mulia di mata manusia. Akhirnya, muncullah golongan manusia yang beramal supaya dilihat dan dipuji oleh orang lain, atau beramal karena riya’. Mereka berebut agar bisa menjadi objek pujian dan perhatian manusia dalam setiap amal yang mereka kerjakan. Karena mereka menganggapnya sebagai upaya ‘mengejar kesuksesan’.

Tanpa disadari, sebenarnya mereka sedang mengejar kesia-siaan. Mereka lupa, bahwa hidup bukan hanya sekedar untuk mencari pujian dan kebanggaan palsu. Dan lupa, bahwa esensi dari penciptaan mereka di dunia ini adalah untuk beribadah ikhlas hanya kepada-Nya. Semua perbuatan kita, baik atau buruk, besar atau kecil pasti akan mendapatkan balasan yang setimpal. Bagi mereka yang beramal karena Allah, Allah sendirilah yang telah menjamin pahala dan balasannya.

Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang mencari keridhaan Allah meskipun ia memperoleh kebencian dari manusia, maka Allah akan mencukupkan dia dari ketergantungan kepada manusia. Dan barangsiapa yang mencari keridhaan manusia dengan mendatangkan kemurkaan Allah, maka Allah akan menyerahkanya kepada manusia.” (HR Tirmidzi).

Yang menyedihkan, penyakit haus pujian atau riya’ ini ternyata tidak hanya menyerang kalangan awam saja. Bahkan banyak pengidapnya justru orang-orang yang faham akan bahaya riya’ itu sendiri. Mereka yang ahli ibadah, para da’i dan mubaligh, thalibul ilmi, justru lebih berpotensi besar terjangkiti virus ini. Kuantitas amal shalih yang mereka kerjakan, ternyata membuat setan tergiur untuk mengggelincirkan kelompok ini, agar keikhlasan mereka pudar, dan ganti beramal untuk manusia, pujian, serta kedudukan

Sebagian Ulama’ menjelaskan ta’rif (pengertia) dari riya’, “Riya’ adalah ibadahnya seseorang kepada Allah, akan tetapi ia melakukan dan membaguskannya supaya di lihat dan dipuji oleh orang lain, seperti dikatakan sebagai ahli ibadah, orang yang khusyu’ shalatnya, yang banyak berinfaq dan sebagainya.” Intinya dia ingin agar apa yang dikerjakan mendapat pujian dan keridhoan manusia. Rasulullah menyebut riya’ dengan “syirik kecil”, karena sejatinya pelaku riya’ tidak mutlak menjadikan amalan tersebut sebagai bentuk ibadah kepada manusia, serta sarana taqarrub kepadanya. Meskipun begitu, bahayanya tak bisa dianggap sebelah mata.

Jama’ah shalat jum’at yang dirahmati Allah SWT

Jauh-jauh hari Rasulullah sudah memperingatkan kita tentang betapa bahayanya “syirik kecil” ini. Beliau bersabda,

Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan atas kalian adalah syirik kecil.” Mereka bertanya: Apa itu syirik kecil wahai Rasulullah? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Riya’, Allah ‘azza wajalla berfirman kepada mereka pada hari kiamat saat semua manusia diberi balasan atas amal-amal mereka: Temuilah orang-orang yang dulu kau perlihatkan amalmu kepada mereka di dunia, lalu lihatlah apakah kalian menemukan balasan disisi mereka?” (HR Ahmad)

 

Imam an-Nawawi dalam kitab Riyadush Shalihin, dalam bab Tahriimur Riya’ (pengharaman riya’) menyebutkan sebuah hadist yang diriwayatkan oleh sahabat Abu Hurairah. Dalam hadist tersebut Rasulullah bersabda tentang tiga orang yang pertama kali di hisab pada hari kiamat. Mereka adalah orang yang mati syahid dalam pertempuran, seseorang yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya, serta orang yang selalu berinfaq di jalan Allah. Setelah mereka dipanggil, maka ditunjukkan kepada mereka kenikmatan dan pahala yang banyak karena amal shalih yang telah mereka kerjakan. Namun ternyata pahala mereka musnah, dan ketiganya justru menjadi penghuni neraka, karena ternyata amal kebaikan yang mereka kerjakan di dunia hanya bertujuan mendapatkan pengakuan dan pujian dari manusia. Mereka menjual pahala dan kenikmatan akhirat demi manisnya ucapan dan indahnya pandangan orang lain. Na’udzu billahi min dzalik.

Bagaimana cara kita menjauhi virus yang satu ini? Solusinya adalah dengan berusaha untuk ikhlas di setiap amal yang kita kerjakan, dan selalu berupaya protektif menjaganya. Karena setan tak akan pernah menyerah untuk memberikan bisikan-bisikannya demi menggoyahkan dan merusak keikhlasan seseorang. Agar manusia menjadi budak sesamanya, beramal untuk kepuasan semu, serta mencampuradukkan tujuan hakiki amal shalih dengan tujuan bathil.

 

Jumat, 29 Juli 2022

Mensyukuri Nikmat Terbesar

 



Dari sekian banyak kenikmatan, ada suatu nikmat yang nilai sangat besar melibihi nikmat yang lain. Nikmat itu adalah Iman dan Islam. Tidak seperti memperoleh kekayaan dan kedudukan yang tinggi, anugerah hidayah jarang kita syukuri karena mungkin tidak terlihat dan tidak terasa bentuk materinya.

Kita sering kali bersyukur ketika mendapat harta, begitu pula seringkali bersyukur ketika mendapatkan nikmat dunia lainnya, hal tersebut tidaklah salah, namun kita kadang lupa untuk bersyukur akan nikmat Allah yang agung yaitu nikmat Iman dan Islam.

Sungguh lalainya kita apabila lupa mensyukuri nikmat ini. Padahal ini adalah nikmat yang terbesar bagi kita. Sampai–sampai Allah Subhanahu wa ta’ala mewasiatkan kepada kita; “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. (QS. Ali Imran: 102)

Sudah seharusnya kita selalu bersyukur dengan sebenar-benarnya syukur atas nikmat Iman dan Islam yang Allah telah anugerahkan kepada kita ini. Karena dengan Iman dan Islam inilah kita mendapat jaminan untuk memasuki surga Allah, sebagimana hadist Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. “Akan keluar dari neraka orang yang mengatakan”: “Tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah sedang di dalam hatinya ada seberat gandum kebaikan. (HR. Bukhari dan Muslim).

Ketika kita diberi nikmat duniawi, maka bisa jadi itu adalah ujian. Belum tentu itu adalah tanda bahwa Allah sayang dengan kita. Namun kebalikannya, ketika Allah telah menganugrahkan iman maka sudah pasti itu adalah tanda bahwa Allah menyayangi kita. Maka sudah sepatutnya kita benar-benar bersyukur bahwa Allah telah mengaruniakan nikmat Iman dan Islam kepada kita, dan mestinya kita bergembira dengan hal itu melebihi syukur kita ketika kita diberi hal-hal dunia.

Sebanyak apapun seseorang mendapatkan nikmat di dunia, tapi bila tidak ada iman di dalam hatinya ia termasuk manusia yang akan merugi. Segala yang dimilikinya kelak tidak akan ada nilainya dihadapan Allah. Sebaliknya, meski hidup di dunia dalam situasi serba kekurangan dan kesulitan, tapi bila hatinya memiliki iman ia termasuk hamba yang beruntung. Di kehidupan yang abadi (akhirat) nanti ia akan mendapatkan segalanya bahkan jauh lebih baik dari nikmat-nikmat duniawi yang ia tidak dapatkan ketika hidup di dunia.

Kerugian yang hakiki bukan mereka yang sedikit hartanya, bukan pula orang-orang kecil yang sering dizhalimi. Tapi kerugian yang nyata adalah mereka yang diberi kesempatan hidup di dunia tapi tidak mau beriman kepada Allah.

Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. (Surat Asr 1-3). 

Bahwa manusia yang tidak berada dalam kerugian adalah mereka yang memiliki empat kriteria; iman, amal shalih, saling menasehati tentang kebenaran dan saling menasehati tentang kesabaran. Semua orang merugi kecuali orang yang memiliki empat kriteria ini.

 

 

Kamis, 28 Juli 2022

Hidup Bersih, Itu Islami



Islam sungguh luar biasa dalam memberikan perhatian terhadap persoalan kesehatan. Karena kesehatan merupakan salah satu unsur penunjang utama dalam melaksanakan ibadah kepada Allah SWT dan bekerja serta aktivitas lainnya. Imam asy-syatibhi dalam Kitabnya Fi Ushul Al-Ahkam, mengatakan bahwa tujuan kehadiran agama Islam dalam rangka menjaga agama, jiwa, akal, jasmani, harta dan keturunan. Oleh karena itu dalam melaksanakan tujuan kehadiran agama Islam tersebut, maka kesehatan memegang peranan yang sangat penting. Tanpa adanya kondisi kesehatan seseorang, maka dengan sendirinya berbagai upaya untuk memenuhi kewajiban pokok akan sulit dilaksanakan. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa kesehatan merupakan modal pokok dalam mencapai tujuan kehadiran agama.

Dalam khasanah Islam ada dua terminologi populer yang artinya sehat yaitu Ash Shihah dan Al Afiat. Menurut salah satu ulama bahwa makna Ash Shihah itu adalah bentuk kesehatan yang meliputi jasmani/raga/lahiriah sedangkan Al Afiat adalah bentuk kesehatan yang meliputi rohani/jiwa/ batiniah. Islam jauh-jauh hari sudah memberikan petunjuk secara jelas, komplit dan terpadu tentang konsep pentingnya menjaga kesehatan baik seara jasmani maupun rohani.

Konsep menjaga kesehatan jasmani menurut islam yaitu:

  1. Menjaga Thoharoh artinya menjaga kesucian dan kebersihan dari semua aspek mulai dari sekujur badan, makanan, pakaian, tempat tinggal maupun lingkungan. Imam al-Suyuthi, ‘Abd al-Hamid al-Qudhat, dan ulama yang lain menyatakan, dalam Islam menjaga kesucian dan kebersihan termasuk bagian ibadah sebagai bentuk qurbat, bagian dari ta’abbudi, merupakan kewajiban, sebagai kunci ibadah. Dari ‘Ali ra., dari Nabi SAW, beliau berkata, “Kunci shalat adalah bersuci,” (HR. Ibnu Majah, al-Turmudzi, Ahmad, dan al-Darimi).

Sebagaimana pentingnya menjaga kebersihan diri, menjaga kebersihan lingkungan juga sangat dianjurkan. Belum sempurna iman seseorang apabila dia tidak menjaga kebersihan tempat tinggalnya dan kebersihan lingkungan yang lebih luas, perilaku membuang sampah di sungai, di jalan, maupun di tempat fasilitas umum mencerminkan sikap egois, tidak peduli dengan kemaslahatan orang lain, bahkan tidak berlebihan kiranya perbuatan tersebut bisa dikategorikan sebagai tindakan “dholim” karena berdampak buruk bagi kesehatan masyakat.

  1. Menjaga Makanan. Ajaran islam selalu menekankan agar setiap orang memakan makanan yang baik dan halal, baik dan halal itu baik secara dzatnya maupun secara mendapatkannya. Allah memerintahkan kita untuk memakan makanan yang halal dan baik sebagaimana dalam Firman Allah SWT di dalam Alquran, Surat Al Maidah ayat 88:

yang artinya : “ Dan makanlah makanan yang halal lagi baik (thayib) dari apa yang telah dirizkikan kepadamu dan bertaqwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya” (Q.S. Al Maidah : 88).

Kemudian Surat Al Baqoroh 168:

 Wahai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan; karena sesungguhnya syetan itu adalah musuh yang nyata bagimu” (Q.S Al Baqarah: 168).

Hal ini menunjukkan apresiasi Islam terhadap kesehatan, sebab makanan merupakan salah satu penentu sehat tidaknya seseorang.

  1. Berolahraga, olahraga pun ternyata dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW seperti olahraga berenang, memanah, berlari, berkuda, dan sebagainya. Olahraga bertujuan untuk menjadikan manusia sehat dan kuat. Dalam Islam, sehat dipandang sebagai nikmat kedua terbaik setelah Iman. Selain itu, banyak ibadah dalam Islam membutuhkan tubuh yang kuat seperti shalat, puasa, haji, dan juga jihad. Bahkan Allah sebetulnya menyukai mukmin yang kuat. Oleh karena itu, olahraga itu perlu.Dari Abu Hurairah RA. Bahwa Rasulullah SAW bersabda

Orang mu’min yang kuat adalah lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada orang mu’min yang lemah”.

Adanya kesan di dunia barat bahwa agama Islam “mengharamkan” olah raga sehingga negara-negara berpenduduk mayoritas muslim tidak memiliki prestasi menonjol di bidang olah raga. Padahal, sesungguhnya tidak demikian. Justru Nabi Muhammad SAW menganjurkan para sahabatnya (termasuk seluruh umat Islam yang harus mengikuti sunnahnya) agar mampu menguasai bidang-bidang olah raga terutama berkuda, berenang, dan memanah.

Tiga jenis olah raga yang dianjurkan Nabi Muhammad SAW itu dapat dianggap sebagai sumber dari semua jenis olah raga yang ada pada zaman sekarang. Ketiganya, mengandung aspek kesehatan, keterampilan, kecermatan, sportivitas, dan kompetisi. Sebagaimana Sabda Nabi SAW

“Ajarkan putera-puteramu berenang dan memanah.” (HR. Ath-Thahawi).“Lemparkanlah panahmu itu, saya bersama kamu.” (Riwayat Bukhari).“Kamu harus belajar memanah karena memanah itu termasuk sebaik-baik permainanmu.” (Riwayat Bazzar, dan Thabarani).“Lemparkanlah (panah) dan tunggangilah (kuda).” (Riwayat Muslim). “Berlari-lari kecillah kamu” (HR Bukhari)

Adapun konsep menjaga kesehatan rohani menurut islam adalah sebagai beriku:

  1. Perbanyak Ibadah artinya memperbanyak melakukan hal-hal yang diperintahkan oleh Allah SWT sebagai contoh mendirikan sholat 5 waktu. Sebab kalau orang yang selalu melaksanakan perintah Allah batiniahnya akan bahagia sebab tidak akan merasa melanggar perintah-Nya. Sehingga jiwanya akan tenang,tentram dan damai. Adapun makna ibadah itu tidak hanya sebatas shalat, akan tetapi makna ibadah dalam interpretasi yang sangat luas adalah semua perkara /pekerjaan yang diniati untuk mencari ridho Allah SWT itu adalah ibadah. Dan semua ibadah akan di terima oleh Allah SWT asalkan memenuhi 3 unsur, pertama, Niat. Niat disini harus di ucapkan di dalam hati , Kedua, Ikhlas, Ketiga, dengan Ilmu. Senyum pun terhadap sesama manusia juga termasuk ibadah. Bekerja dengan niat menafkahi keluarga juga ibadah.Makan dengan niat untuk menambah kekuatan agar bisa ibadah kepada Allah juga termasuk ibadah. Bukankan manusia diciptakan oleh Allah hanya untuk beribadah? Sebagaimana Firman Allah SWT yang artinya : “ Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka menyembah-Ku”. (QS. Al Dzariyat : 56). Inilah tujuan yang utama dari penciptaan manusia, yaitu agar manusia hanya beribadah kepada Allah. Hal ini menunjukkan bahwa tidaklah Allah menciptakan manusia karena Allah butuh kepada manusia, akan tetapi justru manusialah yang membutuhkan Allah. Dan ayat ini menunjukkan pula tentang wajibnya manusia untuk mentauhidkan Allah dan barang siapa mengingkarinya maka ia termasuk orang yang kafir, yang tidak ada balasan baginya kecuali neraka.
  2. Perbanyak Berdzikir artinya memperbanyak mengingat Allah SWT, baik dalam kondisi senang maupun susah, baik dalam keadaan siang maupun malam, baik dalam situasi sepi maupun ramai. Dengan bahasa lain berdzkir itu tidak mengenal waktu dan tempat artinya kapan pun dan dimanapun berdzikir itu bisa dilakukan. Berdzikir boleh dengan lafadz apa saja sepanjang itu masih dalam kategori kalimat thoyyibah.
  3. Berkhusnudzon ( berbaik sangka ) artinya sebuah sikap yang mewujudkan keadaan jiwa dengan berprasangka baik/berpikiran positif. Baik itu berprasangka baik kepada Allah maupun sesama manusia. Hal ini sungguh ditekankan oleh Rasulullah SAW agar kita umatnya selalu berprasangka baik kepada siapapun. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW. Dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Jauhilah kalian dari buruk sangka, karena buruk sangka itu sedusta-dusta perkataan (hati). Janganlah kalian mencari-cari berita keburukan orang lain, janganlah kalian mencari-cari kesalahan orang lain, janganlah kalian bersaing yang tidak sehat, janganlah kalian saling mendengki, janganlah kalian saling membenci, janganlah kalian saling membelakangi. Dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara”. (HR. Muslim).
  4. Ikhlas, ikhlas pada dasarnya berarti memurnikan perbuatan dari pengaruh-pengaruh makhluk. Abu Al Qasim Al Qusyairi mengemukakan arti ikhlas dengan menampilkan sebuah riwayat dari Nabi SAW,“Aku pernah bertanya kepada Jibril tentang ikhlas. Lalu Jibril berkata,“Aku telah menanyakan hal itu kepada Allah,” lalu Allah berfirman, “(Ikhlas) adalah salah satu dari rahasiaku yang Aku berikan ke dalam hati orang-orang yang kucintai dari kalangan hamba-hamba-Ku.”.
  5. Sabar “ sabar adalah cahaya ” maksudnya sabar itu sifat yang terpuji dalam agama, yaitu sabar dalam melaksanakan ketaatan dan dalam menjauhi kemaksiatan. Demikian juga sabar menghadapi hal yang tidak disenangi di dunia ini. Maksudnya, sabar itu sifat terpuji yang selalu membuat pelakunya memperoleh petunjuk untuk mendapatkan kebenaran. Ibrahim Al Khawash berkata : “Sabar yaitu teguh berpegang kepada Alquran dan Sunnah”. Ada yang berkata: “ Sabar yaitu teguh menghadapi segala macam cobaan dengan sikap dan perilaku yang baik ”.Abu ‘Ali Ad Daqqaq berkata : “ Sabar yaitu sikap tidak mencela takdir. Akan tetapi, sekedar menyatakan keluhan ketika menghadapi cobaan tidaklah dikatakan menyalahi sifat sabar ”. Allah berfirman tentang kasus Nabi Ayyub : “ Sungguh Kami mendapati dia seorang yang sabar, hamba yang sangat baik, dan orang yang suka bertobat ”. (QS. Shaad : 44). Padahal Nabi Ayyub pernah mengeluh dengan berkata : “ Sungguh bencana telah menimpaku dan Engkau (Ya Allah) adalah Tuhan yang paling berbelas kasih ”. (QS. Al Anbiya’ : 83).
  6. Syukur adalah mengakui adanya kenikmatan dan menampakannya serta memuji (atas) pemberian nikmat tersebut.Sedangkan makna syukur secara syar’i adalah menggunakan nikmat Allah SWT untuk dibelanjakan ke hal-hal yang di ridhoi dan dicintaiNya.
  7. Jaga Hati artinya menjaga kesucian diri dari segala tuduhan, fitnah dan perbuatan keji seperti hasud,riya,sombong,thulul amal,bakhil,ujub dan lain sebagainya. Hal ini dapat dilakukan mulai dari memelihara hati (qalbu) untuk tidak membuat rencana dan angan-angan yang buruk.

Oleh karena itu marilah kita jaga kesehatan kita baik kesehatan jasmani maupun rohani, mulai dari diri kita sendiri,keluarga dan lingkungan sehingga hidup kita akan damai dan bermakna.Jangan biarkan penyakit masuk pada diri Anda!

 

 

Rabu, 27 Juli 2022

Taubat



Sudah menjadi kodrat manusia tempatnya salah dan lupa. Sering berbuat salah juga kadang kala berbuat dosa. Karena manusia, disebabkan sifat kemanusiaannya, tidak mungkin terbebas dari kesalahan dan dosa-dosa. Hanya para Nabi dan Rasul yang terbebas dari maksiat, mereka manusia suci yang terjaga. Sedangkan kita sering tergelincir dalam perbuatan maksiat dan dosa.

Dan manusia berbeda dengan para malaikat. Malaikat tidak diberi nafsu, sedangkan kita memiliki nafsu. Manusia makhluk yang dinamis, sedangkan para malaikat adalah makhluk Allah yang statis. Malaikat makhluk yang mutlak taat dan tidak pernah maksiat kepada Allah, sedangkan kita ada kalanya taat, namun di waktu yang lain berbuat maksiat.

Sebagai manusia biasa sudah pasti diri kita pernah ternoda oleh maksiat yang kita lakukan dengan sengaja ataupun tanpa ada niat sebelumnya. Manusiawi ketika kita pernah berbuat maksiat, melakukan perbuatan dosa. Terkadang kita sebagai mukmin lalai dalam menjaga mata, mulut dan telinga dari maksiat. Dan sedikit sekali orang yang selamat dari dosa-dosa macam ini. Namun tidak bisa dibenarkan juga bila hidup kita selalu bergelimang dalam lumpur dosa. Karena selain diberi nafsu kita juga dikaruniai oleh Allah akal pikiran yang mampu mencerna perintah dan larangan Allah dalam kitab suci Al-Qur’an. Pergulatan antara nafsu dan akal kita akan selalu terjadi sepanjang hidup kita. Ketika akal kita menang dan mengikuti perintah-Nya kita akan menjadi hamba yang dimuliakan.

Memang dosa-dosa kecil akan selalu terulang. Namun seyogianya kita tidak menganggap remeh dosa-dosa kecil. Karena dosa kecil yang dilakukan berulang kali tanpa ditaubati akan menjadi dosa besar juga. Dan, Sebagian mukmin bisa jadi terjerumus dalam perbuatan-perbuatan dosa besar. Karena ia memang bukan orang yang ma'shum. Dan ini sering terjadi ketika seseorang selalu menurutkan hawa nafsunya, bila nafsu selalu dituruti jatuhlah manusia dalam posisi yang hina. Namun kita dilarang putus asa dari rahmat Allah, karena Dia menjanjikan ampunan bagi hamba yang segera menyadari perbuatan dosanya dan segera bertaubat.

dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau Menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.

مَعَاشِرَ المُؤْمِنِيْن رَحِمَكُم اللّه

Di antara asma-asma Allah adalah al-ghofur yang maknanya Allah Maha Pengampun. Ketika manusia tergelincir dalam dunia kemaksiatan hendaknya segera bertaubat kepada Allah yang Maha Pengampun. Rahmat Allah meliputi seluruh hamba-Nya. Maksiat yang menjadikan pelakunya taubat itu lebih baik daripada amal baik yang menjadikan seseorang ujub dan takabbur. Seorang pendosa yang takut azab Allah dan selalu bertaubat memohon ampun-Nya lebih dicintai Allah daripada seorang alim yang sombong karena kealimannya. Bukankah Iblis tadinya adalah makhluk Allah yang mulia di surga.  Banyak amalnya, tak sejengkal tanah pun yang belum dijadikan tempat sujudnya. Namun seketika menjadi terlaknat ketika menjadi sombong, merasa diri lebih mulia dari Adam.

Keutamaan orang yang bertaubat dari dosa-dosanya sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran Surat Al-Baqoroh ayat 222;

"Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri." (QS. Al-Baqoroh 222)

Di antara perintah yang paling tegas untuk melaksanakan taubat dalam Al Quran adalah firman Allah Subhanahu wa ta’ala dalam  Surat At Tahrim ayat ke-8;

"Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, " (QS. At Tahrim: 8).

 

Seperti syukur yang harus dilakukan setiap saat, taubat pun harus dilakukan setiap waktu. Sebagai bentuk kesadaran kita, bahwa dalam hidup ini akan selalu ada dosa. yang Sebaik-baik orang yang maksiat banyak dosa adalah segera minta ampunan pada Allah.

"Jika kalian melakukan kesalahan-kesalahan (dosa) hingga kesalahan kalian itu sampai ke langit, kemudian kalian bertaubat, niscaya Allah SWT akan memberikan taubat kepada kalian." (Hadist diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abi Hurairah, dan ia menghukumkannya sebagai hadits hasan dalam kitab sahih Jami' Shagir - 5235)

 

 

Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...