Sabtu, 30 Januari 2021

ADA ADAB DI ATAS ILMU

 



Beberapa waktu yang lalu, saya mendapat sebuah kiriman (pesan WhatsApp) dari seorang teman. Sebuah postingan gambar yang menurut saya sangat ironis. Dalam photo tersebut, tampak beberapa orang berseragam dan bersepatu yang sedang duduk dalam sebuah ruang tunggu. Sementara ada seorang wanita tua yang berbaju lusuh dan bersandal jepit duduk di lantai karena tidak ada kursi yang kosong lagi. Sebuah gambaran yang benar-benar membuat hati trenyuh.

Ketika pendidikan hanya menitikberatkan pada kemampuan berpikir, hasilnya adalah manusia-manusia yang pandai secara akademik tapi rendah akhlaq dan kepekaan sosialnya. Dalam hal ini kita harus melihat keunggulan sistem pendidikan pesantren. Proses pendidikan ilmu agama pesantren yang lebih diutamakan kepada para santri adalah akhlaknya. Ilmu, dengan sendirinya akan mengikuti.

Ada perbedaan yang sangat terlihat bila kita melihat pendidikan ala pesantren dan pendidikan formal. Perbedaan itu adalah ta’dhim antara santri dengan pengasuhnya. Ta’dhim, menjadi salah satu metode khas pendidikan di lingkungan pondok pesantren. Ta’dhim adalah penghormatan kepada guru. Ia tak hanya berhenti dalam bentuk penghormatan gestur tubuh tapi lebih luas dari itu, meliputi segala bentuk kerendahan hati seorang murid terhadap orang yang alim yang mendidiknya. Bahkan ta’dhim tidak hanya terbatas pada guru yang mengajarnya, tetapi juga terhadap seluruh keluarga gurunya.

Guru memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk karakter anak didiknya. secara moral guru ikut bertanggungjawab terhadap perilaku muridnya. Sebagaimana definisi guru  menurut Undang Undang No 14 Tahun 2005, Guru adalah  tenaga pendidik profesional di bidangnya yang memiliki tugas utama dalam mendidik, mengajar, membimbing, memberi arahan, memberi pelatihan, memberi penilaian, dan mengadakan evaluasi kepada peserta didik yang menempuh pendidikannya sejak usia dini melalui jalur formal pemerintahan berupa Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah. 

Kembali pada rendahnya adab. Potret buruk perilaku anak didik setidaknya menjadi bahan refleksi bagi guru. Meski sebenarnya banyak hal yang menyebabkan semua itu. Bisa saja terjadi karena faktor dalam keluarga yang tidak mendapat keteladanan dan perhatian yang cukup, atau lingkungan masyarakat (tempat) yang tidak menunjung nilai-nilai kesopanan.

 


Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...