Sabtu, 24 Oktober 2020

FANA



Seorang musafir menjelajah jalan berliku, terik matahari menyengat kulitnya yang kering menghitam. Bertahan tetap terus melangkah, meski kaki sedikit goyah. Matanya nanar menatap ke depan, jalan panjang masih mebentang di depan. Tujuan masih jauh dalam jangkauan. Tubuh, baju dan rambutnya berdebu jalanan. Bibir kering menahan haus yang tiada terkira. Mengaharap akan menjumpai oase yang penuh berlimpah air. Dan membayangkan betapa nikmatnya meneguk segarnya air yang bening. lalu merebahkan tubuh yang sudah letih sekali….

Demikianlah banyak orang menggambarkan kehidupan dunia ini. Ibarat sebuah persinggahan dari sebuah perjalanan yang panjang. Dunia ini bukan tujuan akhir. Seberapa panjang usia kita juga akan ada ujungnya. Kenikmatan dunia adalah fatamorgana yang semakin kita cari akan semakin menjauh. Semakin kita dekati semakin sirna dari pandangan mata kita.

Bila kita amati, ada dua hal yang umumnya dicari oleh manusia dalam kehidupan ini. Yang pertama ialah kebaikan dan yang kedua ialah kebahagiaan. Dua hal tersebut yang harus dipenuhi oleh manusia yang menginginkan kehidupan yang sempurna. Meskipun pada hakikatnya tidak ada yang sempurna di dunia ini. Semua fana, semua akan rusak binasa. Jika dua hal tersebut terpenuhi dalam setiap perjalanan hidup manusia, jelas akan membuat manusia merasakan ketentraman lahir dan batin dalam kehidupan dunia yang sekilas ini.

Umumnya orang dalam mencari bahagia adalah dengan menghumpulkan harta sebanyak-banyaknya. Mereka menganggap banyaknya harta adalah jaminan kebahagiaan hidup di dunia. Padahal berapa banyak orang yang mampu menimbun harta namun hidupnya semakin menderita. Hidupnya semakin banyak beban, sehingga untuk menikmati hartanya tidak pernah bisa.

Kecintaan terhadap harta menjadikan manusia menjadi kikir. Hatinya dicengkeram rasa takut yang berkepanjangan. Takut hidup dalam kemiskinan dan kekurangan materi. Padahal banyak sekali orang yang lupa. Berapa banyak pecinta harta duniawi hanya sebatas mengumpulkan dan terus menghitung hartanya tanpa dia mampu menikmatinya sekalipun. Ya, dia akan meninggalkan hartanya untuk selama-lamanya. Sungguh menyedihkan. Seperti nasihat kakek kita dahulu, “Bondo iku yen wis mati ora digowo”. Semua harta benda tidak akan kita bawa ketika kita meninggalkan dunia ini. Yang menjadi milik hakiki kita adalah harta yang kita nafkahkan dalam jalan kebaikan, karena itu akan kembali kepada kita dalam bentuk pahala yang dilipatgandakan.

Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...