Senin, 24 Januari 2022

Hidup Bahagia Ala “Mbah Warto” #2



Berat membayangkan bagaimana rasanya bila harus berpindah-pindah tempat tinggal. Dari satu rumah kontrakan ke rumah kontrakan yang lain. Dan itu dialami oleh Mbah Warto. Tak kurang hingga tujuh kali beliau harus pindah tempat tinggal. Baru di tahun 2017, beliau bisa membeli rumah kecil dari uang tabungannya selama puluhan tahun. Rumah yang berukuran kurang dari seratus meter persegi. Rumah yang kini ditempati bersama isrti, anak, menantu dan tiga cucunya.

Kekurangan yang disandangnya tidak lantas menjadikan beliau putus harapan dan mengharap belas kasihan orang. Dia tetap memiliki kepercayaan diri. Seperti apa yang diceritakan Mbah Warto pada saya kemarin, banyak teman yang “senasib” dengannya harus menjauh dari pergaulan, tapi beda dengan beliau.

Seandainya Mbah Warto pribadi yang rendah diri atau minder tentu dia tidak bisa mendapatkan istri yang diidamkannya. Dengan keyakinan dan usahanya dia dipertemukan dengan jodoh yang sempurna. Memang itu yang selalu beliau harapkan dulu, memiliki istri yang tidak sama seperti dirinya seorang tuna netra.

Kisah hidupnya memang tidak akan banyak yang tahu, karena beliau bukan siapa-siapa. Tapi bagi saya perjalanan hidup Mbah Warto laksana cermin. Tempat saya melihat nilai kejujuran, kerja keras dan besarnya rasa syukur. Secara lahiriah beliau memang ada kekurangan, namun saya melihat secara batiniah beliau pribadi yang penuh kelebihan.

Kini di usianya yang sudah semakin tua, Mbah Warto bisa hidup lebih layak. Beliau tidak perlu lagi harus berpindah-pindah tempat tinggal. Cerita pilu dan perjungannya yang gigih di masa muda tidak pernah sia-sia. Sebuah pengalaman hidup luar biasa dari orang biasa yang akan menjadi benih motivasi dan teladan.

 

 

Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...