Minggu, 19 September 2021

SANTRI DAN MUSIK



Dalam sebuah riwayat disebutkan. Imam Syafi’i Rahimahullah setiap kali hendak pergi ke masjid selalu menutup kedua telinganya. Ketika ditanya oleh muridnya, beliau mengatakan: “Apa yang terdengar oleh telingaku akan selalu aku ingat dan melekat dalam pikiranku, makanya aku tidak mau mendengar sesuatu (perkataan) yang sia-sia sehingga menganggu hatiku”. Kurang lebih mungkin seperti itu jawaban beliau. Daya ingat yang sangat kuat menjadikan beliau mudah menghafal apa yang beliau baca dan didengarnya. Dan itu anugerah istimewa dari Allah.

Sebuah kejadian yang ada kemiripan dengan kisah Imam Syafi’i terjadi di negeri kita dan sempat viral. Puluhan santri yang duduk menunggu giliran mendapat vaksin Covid-19 menutup telinga mereka karena dalam ruangan tersebut diputarkan musik. Dan beragam komentar muncul menanggapi peristiwa itu. Ada yang bangga dengan sikap para santri tersebut. Meski juga ada yang mencibir dan membully mereka.

Inilah negeri kita Indonesia. Selalu akan ada pertentangan pendapat di jagad medsos. Bukan hal yang buruk saja mendapat komentar negatif. Hal yang sebenarnya bagus juga tak lepas dari sasaran tembak para “mulut pedas” dan hati culas.

Apa salahnya dengan sikap santri kita tadi?. Mungkin saja yang dilakukan mereka adalah menjaga hati dan pikiran mereka dari sesuatu yang merusak. Bisa saja lagu yang diputar termasuk lagu yang diharamkan. Karena ulama kita juga sepakat lagu yang mengandung unsur maksiat itu haram. Sedangkan yang tidak ada unsur maksiatnya ada yang membolehkan, seperti lagu-lagu bernuansa dakwah dan syiar Islam.

Anehnya lagi ada yang menilai sikap para santri adalah bagian dari salah pendidikan. Pesantren dianggap mengajarkan bibit-bibit radikalisme. Apa hubungannya ya?. Bukankah menjaga kebersihan hati dan pikiran adalah bagian dari tuntunan agama. Bila kita belum mapu berbuat seperti para santri tadi janganlah mencaci.

Jangan-jangan yang membenci lebih buruk dari yang dibenci. Mereka (para santri) bisa menjaga telinga, mata dan mulutnya dari perkara yang kotor. Sedangkan para pembenci hatinya terlalu busuk karena telinga, mata dan mulut mereka menampung segala yang diharamkan oleh Allah.

 

 

Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...