Selasa, 02 Maret 2021

MELIMPAHNYA AIR DI NEGERIKU

 



Air sebagai sumber kehidupan makhluk hidup. Semua membutuhkan air. Tidak hanya makhluk hidup yang berada di air saja, namun yang di darat, yang terbang, melata semua membutuhknnya. Apalagi kita manusia, sangat membutuhkan air. Karena begitu pentingnya air, kita dilarang (makruh) boros menggunakan air dalam bersuci. Menghemat air adalah bentuk penghargaan terhadap kehidupan. Karena ada orang-orang di belahan dunia yang lain sangat membutuhkan air, makanya tak layak kita berlebih-lebihan menggunakan air.

Saat ini air sedang melimpah di negeri kita. Beberapa wilayah debit air telah melebihi kapasitas tempat menampungnya. Walhasil yang terjadi adalah banjir. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan curah hujan yang tinggi. Dan justru seharusnya kita tetap bersyukur tinggal di daerah yang tidak pernah kekurangan air. Konon beberapa negara di Afrika belum tentu hujan turun dalam setahun. Sehingga ada beberapa daerah yang cadangan airnya benar-benar sedikit. Bahkan karena terbatasnya air mereka biasa meminum dari perasan batang pohon yang memiliki kandungan air. Namibia adalah salah satu contoh negara di Afrika yang jarang sekali turun hujan. Bahkan, Namibia juga sempat dikenal sebagai tempat tanpa hujan, tanaman, dan makanan.

Banjir terjadi sebenarnya karena tidak adanya keseimbangan lagi. Misalnya di perkotaan, daerah resapan yang seharusnya ada telah ditanami gedung-gedung dan perumahan elit. Sungai yang semakin menyempit karena terdesak bangunan padat di sepanjang bantarannya. Belum lagi sampah menggunung yang menyumbat jalan air sehingga “terpaksa” naik ke jalan raya. Sementara jalan raya kita juga tidak memiliki sistem gorong-gorong yang baik. Kemana lagi air kalau tidak mengamuk menerjang apa saja yang ada di depannya.

Ketika sedang banjir seperti saat ini banyak yang menyebut sebagai bencana alam. Padahal atas titah-Nya alam selama ini menyediakan semua yang kita butuhkan. Dengan serakah manusia pun menggali perut bumi, merampas kekayaan lautnya dan menebang habis kemakmuran hutannya. Dan, setelah tidak ada lagi keteraturan dan timbul petaka, dengan mudah mereka menyebut bencana alam. Bukankan semua ini adalah bencana akibat tangan “kotor” manusia.

Sekarang kita hanya bisa berandai-andai. Kalau saja hutan kita masih lebat dan terjaga, tentu bahaya banjir tidak begitu mengancam kita. Bila saja pembangunan kita ramah lingkungan dan menjaga keseimbangannya, mungkin saja kalaupun ada banjir tidak separah seperti saat ini. Semua sudah terlanjur, dan saatnya kita “menikmati” buah tangan kita yang secara sengaja merusak keharmonisan semesta alam. Seharusnya tidak perlu lagi mencari kambing hitam, sapi hitam atau apapun dari bencana yang terjadi. Saatnya merenung dan meneliti diri sendiri.

 

Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...