Sabtu, 13 Maret 2021

FILOSOFI OPTIMIS



Kita dulu sering mendengar, ungkapan atau “semboyan” kakek-nenek kita, “Mangan ora mangan sing penting ngumpul”. Menurut banyak pendapat, pitutur ini merupakan pitutur yang sudah sulit dilaksanakan oleh orang sekarang ini, kemajuan jaman, pendidikan dan tuntutan pekerjaan saat ini membuat banyak keluarga harus berpisah jarak. Mungkin hari ini banyak yang menilai pitutur ini terkesan pesimis.

Orang zaman dulu hidupnya belum banyak tuntutan. Kebutuhan hidup hanya sebatas sandang, pangan dan papan. Lahan yang masih luas memungkinkan membuat rumah besar dengan banyak anak. Kalaupun anak-anak mereka sudah berkeluarga, pasti akan dibuatkan rumah di sekitar rumah orang tua. Kebutuhan pangan pun bisa dipenuhi dari hasil sawah atau kebun sendiri. Belum lagi pekarangan rumah yang hampir pasti masih luas, bisa ditanami berbagai jenis sayur dan tumbuhan pangan penunjang seperti: ubi, talas, uwi dan sejenisnya.

Tapi bukankah kini zaman telah berubah drastis. Kita memasuki era globalisasi, situasi yang mendunia. Tidak ada lagi sekat yang memisahkan kita dari peradaban modern dunia. Falsafah Mangan ora mangan sing penting ngumpul berubah menjadi ngumpul ora ngumpul sing penting mangan. Itu mungkin yang realistis.

Tapi bila kita menggali lebih dalam pitutur luhur tadi, ada makna lain yang tersimpan. Mangan ora mangan sing penting ngumpul mengandung ajaran eratnya persaudaraan. Orang tua sebenarnya sedang memberi nasihat pada anak-anaknya untuk saling memperhatikan. Jangan hanya mengurusi kepentingan sendiri, tapi harus peduli dengan bagian penting dari jati diri kita, yakni keluarga besar. Ibaratnya, jangan hidup bersenang-senang kalau kamu masih melihat saudaramu tidak bisa hidup dengan layak. Bukankan sebenarnya itu filosofi yang optimis, bukan pesimis.

Itulah beberapa pitutur jawa yang saat ini sudah banyak dilupakan, oleh sebab itu akan lebih baik jika kita kembali mengingatnya dan mengajarkanya kepada anak-anak kita karena pitutur-pitutur itu bukan hanya kata-kata kiasan belaka, jika kita mampu mengejawantahkan dalam kehidupan kita sehari hari maka niscaya hidup kita akan menemukan banyak nilai luhur.

 

 

 

Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...