Jumat, 30 April 2021

Puasa dan Pengekangan Hawa Nafsu



Mengutip ungkapan Jalaluddin Rumi, “Hawa nafsumu adalah induk segala berhala: berhala jasmani adalah ular, namun berhala ruhani adalah naga”.  Jalaluddin Rumi adalah seorang penyair sufi yang lahir di Balkh (sekarang Samarkand) pada tahun 604 Hijriah. keluarganya meninggalkan Balkh melalui Khurasan dan Suriah, sampai ke Provinsi Rum di Anatolia tengah, yang merupakan bagian Turki sekarang. Mereka menetap di Qonya, ibu kota provinsi Rum.

Jalaluddin Rumi memiliki banyak karya tentang kehidupan dan cinta. Karyanya tentang syair-syair dan puisi yang menyentuh menjadikan Ia sebagai Sufi yang sangat terkenal. Dalam karya-karyanya yang populer Jalaluddin Rumi selalu memberikan nasihat tentang kehidupan kepada siapa saja yang ingin merasakan hidup lebih baik.

Jiwa manusia memiliki kecenderungan untuk berbuat buruk karena setiap jiwa punya hawa nafsu. Siapa pun dia akan dihinggapinya. Yang menjadi pembeda adalah bagaimaan dia menahan diri untuk tidak dituntut oleh keburukan tersebut. Ada orang yang hidupnya selalu menuruti hawa nafsunya. Sementara kita sebagai orang beriman harus bisa mengendalikan hawa nafsu dalam diri kita. Hawa nafsu kepada harta, seks, amarah, dan sejenisnya.

Mungkin kita merasa sulit mengendalikan hawa nafsu, atau bahkan sering ditundukkan oleh nafsu, tidak kuasa menahan berbagai keinginan, maka inilah saatnya untuk menang. Allah menyediakan sarana latihan untuk kita. Yakni bulan suci Ramadan. Ramadan adalah bulan untuk melatih menundukkan hawa nafsu, mengekang syahwat, mengontrol keinginan-keinginan, membangun kebiasaan ibadah-ibadah sunah, dan membersihkan jiwa dari segala penyakitnya. Inilah kesempatan emas yang tidak boleh terlewatkan begitu saja.

Dalam puasa kita ditempa mengendalikan diri sesuatu yang sebenarnya halal. Ini adalah pengekangan hawa nafsu. Ketaatan mutlak kepada Allah mengharuskan menahan nafsu yang serba ingin diturutkan. Karena sumber bencana kehidupan adalah menurutkan nafsu. Siapa pun bisa saja menjadi korban hawa nafsunya. Tak peduli betapa tinggi dan dalam ilmu agamanya, posisinya terhormat dalam masyarakat, atau namanya dikenal banyak orang. Kalau pertahanan iman dan jiwa lemah, ia akan ditaklukkan hawa nafsu.

 

 

Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...