Jumat, 29 Januari 2021

“NGALAP” BERKAH



Menurut bahasa, berkah berasal dari bahasa Arab: barokah  artinya nikmat, Istilah lain berkah dalam bahasa Arab adalah mubarak dan tabaruk. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (online) berkah adalah “karunia Tuhan yang mendatangkan kebaikan bagi kehidupan manusia”. Menurut istilah, berkah (barokah) artinya ziyadatul khair, yakni “bertambahnya kebaikan”.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita selalu berharap kepada Allah agar segala aktivitas, rezeki dan semua nikmat-Nya penuh keberkahan. Karena yang terpenting dari pemberian Allah bukan semata banyaknya, namun berkahnya. Berapa banyak harta yang dimiliki bila tidak ada berkahnya maka akan habis percuma. Demikian pula ilmu yang dimiliki, meskipun banyak ilmu yang dikuasai tapi bila tidak ada barokahnya, maka ilmunya tidak ada gunanya. Ibarat pohon lebat tidak ada buah yang bisa diambil untuk dinikmati.

Dalam pendidikan Islam, konsep barokah selalu menyertai berbagai aktivitas dan hubungan seorang murid khususnya pada saat menimba ilmu pengetahuan. Dalam kalangan Pesantren kita juga mengenal istilah ngalap berkah, mencari berkah, atau tabarruk. Gambaran kongritnya, melakukan suatu amal tindakan dengan maksud untuk mendapatkan kebaikan, dengan makna mencari berkah (Thalab barokah). Sehingga kita bisa memahami di saat para santri berebut membersihkan kamar mandi Kiai (guru), berebut mencium tangan guru, menata sandal guru dan sebagainya. Sementara Konsep ini tidak dimiliki oleh sistem pendidikan kontemporer yang mengadopsi sistem pendidikan barat, dimana lebih mengandalkan kepada rasionalitas dan formalitas dalam proses pendidikan.

Dulu sering kami mendapat cerita-cerita unik laku santri dalam hal ngalap berkah sang Kiai. Seorang santri yang bertahun-tahun nyantri di pesantren, ternyata tidak disuruh mengaji oleh Kiainya. Tapi dia mendapat tugas mencarikan rumput (ngarit) untuk kuda peliharaan Kiai. Begitu sudah lama “mengabdi”, santri tersebut disuruh pulang oleh Kiainya. Dan yang luar biasa, sesampainya di kampung halamannya, santri tersebut menjadi seorang yang alim dan menguasai berbagai ilmu. Memang ini cerita yang tidak bisa ditiru sebagai metode pendidikan. Namun kita juga percaya bahwa semua mungkin terjadi atas kehendak-Nya.

Lalu bagaimana wajah pendidikan kita saat ini, terutama pendidikan formal (bukan pesantren). Masihkah ada nilai-nilai ngalap barokah, sebagai ikhtiar agar ilmu yang diperoleh benar-benar penuh berkah. Sepertinya sudah semakin hilang tradisi tersebut. Kita lebih sibuk dengan hal-hal yang lahiriah, sementara yang seharusnya kita utamakan justru dikesampingkan. Kita lebih sering bangga memiliki murid pandai, tapi tidak pernah memberi apresiasi murid yang memiliki adab (perilaku) yang bagus. Padahal di atas ilmu ada adab.

 

 

Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...