Senin, 31 Agustus 2020

SAMPAI KAPAN BELAJAR JARAK JAUH..?

 


Bila dihitung sampai hari ini, Senin 31 Agustus 2020 proses Belajar Jarak Jauh (BJJ) sudah berlangsung selama hampir enam bulan. Proses panjang yang tidak terkira sebelumnya. Bila kita tinjau, pelaksanaan Belajar Jarak Jauh memang belum bisa efektif. BJJ memiliki memang masih banyak kekurangan. Masalah-masalah yang mendasar seperti ketersediaan sarana siswa (HP Android) maupun kemampuan guru menguasai IT masih menjadi hambatan.

Faktanya memang banyak keluhan dalam pelaksanaan Belajar Jarak Jauh selama ini. Jaringan internet pun tidak selalu lancar, belum lagi keluhan penggunaan pulsa yang boros selama Belajar Jarak Jauh. Sementara dari wali murid juga banyak yang menyampaikan bahwa kejenuhan sudah terjadi pada sebagian besar peserta didik, atau bahkan hampir seluruhnya. Siswa sudah enggan mengikuti pembelajaran jarak jauh, sehingga ketika ada tugas dari guru lebih sering yang mengerjakan adalah orang tua mereka. Kondisi yang membuat kita semua prihatin. Dan keprihatinan ini memang sangat beralasan dan harus mendapat perhatian dari berbagai pihak terkait. Sebenarnya guru juga telah berusaha membuat pembelajaran jarak jauh yang efektif. Namun sepertinya Belajar langsung tatap muka tetap menjadi pilihan yang terbaik.

Masalah demi masalah yang terjadi dalam Belajar Jarak Jauh bagai sebuah paradoks. Tujuan BJJ adalah belajar sebagai subtitusi belajar tatap muka, namun dalam kenyataan anak menjadi lebih leluasa menggunakan smartphone untuk kegiatan selain belajar. Sebagai pendidik selama ini kami selalu menganjurkan orang tua membatasi penggunaan gadget bagi anak, namun dalam Belajar Jarak Jauh semua sudah tidak terkendali lagi. Pendidikan karakter juga mengalami permasalahan yang serius. Guru tidak memiliki kemampuan membuat pola dan menjalankan peran uswah pada sistem Belajar Jarak Jauh.

Sebagai garis terdepan dunia pendidikan, madrasah tidak mampu memberi solusi yang memuaskan berbagai keresahan-keresahan wali murid. Tuntutan agar sekolah membuka kembali sekolah dan melaksanakan kegiatan belajar tatap muka tentu saja tidak bisa dipenuhi karena itu bukan kewenangan lembaga namun menjadi otoritas pemerintah. Tentu kita menyadari, pemerintah sudah sangat jeli menimbang keputusan masih menunda masuk sekolah. Sebuah pilihan yang tidak ideal namun terpaksa menjadi opsi yang dianggap paling tepat sampai saat ini.

Potret Belajar Jarak Jauh semakin menambah suram wajah dunia pendidikan kita. Dunia pendidikan kita sampai saat ini masih jauh untuk dikatakan maju. Itulah realitasnya. Berbagai problem pendidikan yang mendera negeri kita seakan-akan seperti benang kusut yang susah diuraikan. Kompleksitas pendidikan dapat ditinjau dari  kompetensi guru yang masih harus ditingkatkan, disparitas antara wilayah yang sudah mapan dengan daerah yang terpencil secara prasarana pendidikan, rendahnya minat baca dan kemampuan sains dan berbagai masalah pelik lainnya. Kalau kita merujuk penilaian dari Programme for International Student Assessment (PISA), berdasarkan survei tahun 2018 Indonesia masih berada dalam urutan bawah. PISA sendiri merupakan metode penilaian internasional yang menjadi indikator untuk mengukur kompetensi siswa Indonesia di tingkat internasional. Kita anggap saja penilaian PISA itu benar, atau mendekati benar. Untuk nilai kompetensi Membaca, nilai Matematika dan nilai Sains berada pada kisaran 70 dari 79 negara yang dinilai. Tentu ini hasil yang belum membanggakan. Dan nilai tersebut cenderung stagnan, tidak ada progres yang signifikan dalam belasan tahun terakhir

 

 

 

 

 

Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...