Jumat, 23 Oktober 2020

MELATIH PERCAYA DIRI



Melatih percaya diri harus diawali sejak dini. Banyak anak yang sebenarnya memiliki potensi, namun karena memiliki kepercayaan diri yang rendah, akhirnya ia terlihat seperti anak yang tidak memiliki kecakapan yang baik. Individu yang sempurna memiliki percaya diri yang memadai. Percaya diri ditandai dengan sifat yakin pada diri sendiri untuk menyelesaikan pekerjaan atau masalah.

Dalam pergaulan sehari-hari baik di rumah maupun di sekolah, anak harus dibiasakan yakin dengan kemampuan dirinya sendiri. Suatu misal ketika dalam kegiatan pembelajaran di kelas, pendidik harus mampu membangkitkan keyakinan peserta didik, bahwa dirinya mampu mencapai kemampuan (prestasi) yang tinggi. Pantang bagi guru atau orang tua menjatuhkan rasa kepercayaan diri anak. Setiap keberanian siswa harus mendapat apresiasi. Meskipun apa yang dilakukan siswa sebenarnya adalah hal biasa dan sederhana.

Salah satu  indikator percaya diri adalah tidak bergantung dengan orang lain. Pola memanjakan anak dalam jangka panjang akan merugikan anak itu sendiri. Anak harus diajari dengan kemandirian sejak mula ia mulai mampu melakukan tugas-tugas kecil kesehariannya. Diajari tentang tanggung jawab. Mungkin juga ada benarnya, mendidik anak harus tegas atau bahkan keras. Mungkin ini terkesan berlebihan. Namun sebenarnya ada perbedaan antara keras dengan kejam. Keras sering diartikan dengan kejam. Padahal amat jauh beda. Keras tidak berarti menafikan kasih sayang orang tua.

Ada pelajaran yang bisa dipetik dari cerita burung pipit dan burung elang. Sebuah cerita yang sebenarnya menggambarkan pola pendidikan anak-anak kita. Apakah kita akan mendidik anak ala elang atau mendidik anak ala burung pipit. Burung elang secara fisik tampak kuat dan garang berbeda dengan burung pipit yang kecil dan lemah. Dan, ternyata sejak kecil pola pendidikan anak-anak mereka memang jauh berbeda. Burung elang mendidik anaknya dengan keras sementara burung pipit sangat memanjakan anak-anaknya.

Burung elang membangun sarangnya di tempat yang tinggi, dengan bahan-bahan yang ekstrem. Paling dasar adalah cangkang hewan yang tajam, kemudian lapisan atasnya rating kayu yang keras. Jauh terkesan nyaman sebagai tempat tinggal calon anak mereka. Beda sekali dengan burung pipit. Sarang burung pipit amat nyaman dan lembut karena terbuat dari bahan-bahan rumput kering yang halus. Ketika anak-anak elang mulai bisa terbang, sang induk akan mencengkeramnya dan membawa ia terbang ke langit, kemudian dilepaskan. Sang elang junior akan ketakutan karena dia belum pernah terbang, apalagi setinggi itu. Namun induk elang akan membiarkan anaknya ketakutan dan dia cuma membentak dengan keras.. “Kepakkan sayapmu, kepakkan terus sayapmu….” Lama kelamaan, anak elang mulai kehilangan rasa takutnya. Kemudian mulai tumbuh kepercayaan dirinya. Hingga pada masanya dia akan mewarisi keperkasaan induknya sebagai burung pemburu yang berada di puncak piramida rantai makanan.

Itu hanya sebuah cerita ilustrasi bagaimana kita mendidik anak-anak kita. Apakan kita akan mendidik dengan keras dan menempa mentalnya sehingga menjadi kuat. Atau mendidik dengan lunak namun dengan risiko di kemudian hari dia akan mudah mengeluh, tidak memiliki kepercayaan diri yang tinggi.

 

Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...