Minggu, 26 Juli 2020

DINGIN…

Ketika mengambil air wudhu subuh hari ini, laksana air sedingin es. Terasa berat melangkahkan kaki menuju masjid untuk sholat berjamaah. Ketika cuaca dingin seperti hari ini yang mencapai 22°C, paling enak mungkin tetap berbaring di tempat tidur sambil berselimut tebal. Tidak sedikit orang akan menambah sedikit waktu tidur, bermalas-malasan.

Bagi masyarakat yang tinggal di daerah-daerah suhu rendah, suhu 22°C masih tergolong lazim, bukan tergolong suhu yang dingin. Terlebih di beberapa negara eropa yang suhunya bisa di bawah level 0°C, suhu 22°C tergolong masih "hangat" bagi penduduk di sana. Seperti Rusia misalnya, konon ceritanya ketika musim dingin suhu terendah bisa mencapai -40°C. Karena memiliki suhu yang ekstrem orang-orang eropa menjadi manusia yang kreatif. Otak mereka berputar mencari cara bertahan hidup dengan adaptasi terhadap iklim negeri mereka. Pada akhirnya ditemukan berbagai alat yang berguna yang mampu menjaga eksistensi kehidupan mereka. Mereka membuat mantel tebal yang mampu membuat tubuh hangat menciptakan mesin penghangat ruangan, ataupun teknologi yang lainnya. Alam telah menempa hidup mereka dengan keras.

Berbeda dengan kita. Hidup di daerah khatulustiwa seperti negeri kita pada dasarnya adalah sebuah anugerah. Memiliki musim tropis, tidak akan mengalami musim-musim dingin yang ekstrem seperti di negara-negara eropa. Kita dapat menikmati hangatnya sinar matahari sepanjang tahun. Seperti lagunya “Koes Plus” tanah kita ibarat serpihan tanah surga. Memiliki tanah yang subur, apapun jenis tanaman bisa tumbuh. Ikan dan biota laut pun berlimpah-ruah.

Kendati demikian, akan ada sisi negatif memiliki iklim yang nyaman seperti negeri kita. Pola pikir masyarakat akan lebih “santai” dibanding dengan masyarakat di daerah yang ekstrem. Faktanya, masyarakat kita pada zaman dulu ketika membangun rumah, bahannya hanya cukup dengan berdinding anyaman bambu (gedek). Bisa dibayangkan kalau orang eropa memiliki rumah seperti itu apa bisa bertahan hidup ketika musim dingin. Kebutuhan makan pun bisa dicukupi dari pekarangan sekitar rumah dengan menanam singkong, talas, ubi jalar suwek dan sejenisnya.

Setiap wilayah (negara) akan memiliki sisi keunggulan dan sisi kekurangan. Bumi Allah luas, demikian Allah menghendaki adanya perbedaan. Kalau seluruh belahan bumi memiliki iklim yang sama tentu tidak akan menarik. Tidak akan ada lagi orang eropa yang berlibur ke negeri beriklim tropis. Atau kita tidak akan penasaran lagi mencicipi suasana musim salju di negeri eropa.

Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...