Selasa, 19 September 2023

Implementasi Moderasi Beragama Serta Perannya dalam Penguatan Kerukunan Umat Beragama (1)

 

                 

 Pendahuluan

Agama sebagai sebuah pedoman hidup harus mengajarkan nilai egaliter yang tidak mendiskriminasi antarumat manusia. Sementara yang tidak kalah pentingnya beragama harus menjunjung nilai-nilai moderat. Agama semestinya diamalkan dengan cara mengutamakan saling menghormati dengan sesama penganut agama dan juga terhadap penganut agama lain. Kerukunan umat beragama menjadi prioritas dengan menjaga toleransi serta berusaha menghindari segala bentuk konflik dan permusuhan.

Penganut agama yang mengamalkan ajaran agamanya dengan moderat serta-merta akan menjaga hubungan baiknya dengan penganut agama lain. Ia memiliki prinsip toleransi yang menghargai keberagaman dan bersedia bekerjasama dalam konteks hubungan kemasyarakatan atau urusan sosial. Dia tidak membuat sekat dengan orang hanya karena berbeda keyakinan.

Moderasi beragama tidak bermakna mencari tafsir baru yang benar-benar berbeda dari teks kitab suci sebuah agama. Namun moderasi beragama adalah pemikiran keagamaan yang bersifat moderat yang indikasinya adalah kemampuan untuk memadukan antara teks dan konteks. Seorang penganut agama yang moderat tidak kaku karena terlalu tekstual, namun di sisi lain dia juga tidak terlalu leluasa dengan pemikirannya sendiri karena melepaskan diri dari teks yang seharusnya dipedomani.

Sikap intoleran penganut agama memang nyata ada dalam masyarakat. Kita tidak bisa menafikan itu semua. Namun demikian, pemahaman sebagian orang sering keliru dalam menanggapi fenomena tersebut. Ketika terjadi suatu tindakan pelanggaran yang mencerminkan sikap intoleran, pandangan orang akan latah menganggap pelakunya mengamalkan ajaran agama yang keliru. Padahal itu adalah tindakan perseorangan (oknum) semata yang tidak merepresentasikan agama yang dianutnya.

Dalam konteks hubungan kerukunan umat beragama, agama Islam sering mendapat label yang negatif. Itu semua terjadi karena orang tidak bisa membedakan antara agama Islam dengan umat Islam. Kerancuan pandangan yang sangat keliru ini menyebabkan banyak orang salah menilai dan ceroboh membuat kesimpulan. Ketika oknum (penganut agama Islam) melakukan tindakan kekerasan yang mengindikasikan permusuhan terhadap umat nonmuslim, Islam yang akan disalahkan. Padahal para penuduh tidak pernah ada yang bisa membuktikan bahwa dalam ajaran agama Islam terdapat dogma atau tuntunan yang membenarkan tindakan kekerasan terhadap umat yang berbeda keyakinan.

Pemahaman agama yang keliru sering menjadi akar permasalahan sikap intoleran, khususnya dalam kalangan umat Islam. Karena dari satu teks yang sama, bisa muncul puluhan penafsiran yang berbeda-beda. Inilah pentingnya memiliki bimbingan dari ulama yang memiliki jalur sanad yang benar. Karena dengan cara tersebut agama Islam tidak terdistorsi oleh pemahaman-pemahaman yang yang menyimpang.

Sebagai upaya menciptakan kerukunan umat beragama dan menghindarkan potensi perpecahan dalam masyarakat, pemerintah melalui Kementerian Agama intens melakukan penguatan dan implementasi moderasi beragama. Dewasa ini moderasi beragama dibutuhkan untuk menciptakan hubungan yang harmonis antara penganut agama secara eksternal, bahkan secara internal juga diperlukan untuk mewujudkan suasana yang selaras mengingat banyaknya aliran dalam sebuah agama. Dan dalam konteks Indonesia, moderasi beragama menjadi pilihan yang logis. Bahkan saat ini moderasi beragama telah menjadi gerakan yang memiliki tujuan mulia dengan prinsip melakukan perbaikan. 

Hak dasar manusia dalam perspektif Islam

Allah menciptakan manusia dengan fitrah kemuliaan. Sebagai makhluk yang dimuliakan manusia dibekali dengan akal dan kemampuan berpikir. Manusia menjadi satu-satunya ciptaan Allah yang rasional. Rasulullah sebagai pembawa risalah, diperintah oleh Allah menyampaikan syariat yang menata kehidupan manusia agar tetap menjadi makhluk yang mulia.

Dalam surat Al-Isra ayat 70 Allah berfirman: “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (QS. al-Isra’: 70)

Manusia memiliki hak al-karamah dan hak al-fadlilah. Misi diutusnya Rasulullah adalah rahmatan lil alamin, di mana kemaslahatan merupakan tawaran untuk seluruh manusia dan alam semesta. Penafsiran misi rahmatan lil alamin disebut sebagai ushul al-khams (lima prinsip dasar) yang melingkupi hifdhud din, hifdhun nafs wal ’irdl, hifdhul aql, hifdhun nasl dan hifdhul mal. (https://papua.kemenag.go.id)

1.    Hifdhud din (Memelihara Agama) memberikan jaminan hak kepada umat Islam untuk memelihara agama dan keyakinannya (al-din). Sementara itu Islam juga menjamin sepenuhnya atas identitas (kelompok) agama yang bersifat lintas etnis, oleh karena itu Islam menjamin kebebasan beragama, dan larangan adanya pemaksaan agama yang satu dengan agama lainnya.

2.    Hifdhun nafs wal irdh (Memelihara Jiwa) memberikan jaminan hak atas setiap jiwa (nyawa) manusia, untuk tumbuh dan berkembang secara layak. Dalam hal ini Islam menuntut adanya keadilan, pemenuhan kebutuhan dasar; pekerjaan, hak kemerdekaan, dan keselamatan, bebas dari penganiayaan dan kesewenang-wenangan.

3.    Hifdhul‘aql (Memelihara Akal) adalah adanya suatu jaminan atas kebebasan berekspresi, kebebasan mimbar, kebebasan mengeluarkan pendapat, melakukan penelitian dan berbagai aktivitas ilmiah. Dalam hal ini Islam melarang terjadinya perusakan akal dalam bentuk penyiksaan, penggunaan obat terlarang maupun minuman keras.

4.    Hifdhun nasl (Memelihara Keturunan) merupakan jaminan atas kehidupan privasi setiap individu, perlindungan atas pekerjaan, jaminan masa depan keturunan dan generasi penerus yang lebih baik dan berkualitas. Perzinahan adalah perilaku menyimpang menurut syara’ sagat diharamkan.

5.    Hifdhul mal (Memelihara Harta) dimaksudkan sebagai jaminan atas pemilikan harta benda, properti dan lain-lain. Dan larangan adanya tindakan mengambil hak dari harta orang lain dengan cara-cara yang tidak sah seperti: mencuri, korupsi, monopoli, dan yang serupa itu.

Lima prinsip dasar di atas sangatlah relevan dan bahkan seiring sejalan dengan prinsip-prinsip hak-hak asasi manusia. Jauh sebelum ada pengakuan umum terhadap perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam hukum internasional yang tertulis pasca Perang Dunia II, Islam telah hadir membawa konsep ajaran yang melindungi hak dasar manusia.

Ajaran Islam yang dibawa Rasulullah mengembalikan kembali derajat manusia sebagai makhluk yang dimuliakan. Pada masa jahiliah kehormatan seseorang dinilai dari faktor keturunan atau nasab, kekayaan dan ketinggian kedudukannya. Ketika Islam datang maka dihapuslah konsep jahiliyah tersebut.

Islam tidak memandang nilai kemuliaan seseorang dari bentuk tubuh atau fisik, banyaknya harta maupun pangkat seseorang. Yang mulia di sisi Allah adalah hamba yang bertakwa. Tak peduli apakah dia seorang hamba sahaya atau orang yang miskin tidak berharta. Dan dalam hal ini Rasulullah Saw memberi teladan kepada umatnya dengan nyata. Ada sahabat-sahabat pilihan Nabi yang tadinya hamba sahaya atau budak, diantaranya adalah Bilal Bin Rabbah dan Zaid bin Haritsah. Akan tetapi Rasulullah tidak pernah membedakan derajat mereka dengan kemuliaan sahabat lain yang bernasab mulia.

 


 

 

Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...