Minggu, 25 April 2021

Ramadhan Bulan Menempa Diri



Dalam cerita pewayangan, kita mengenal kisah Gatot Kaca Putra Bima. Gathot Kaca lahir dengan nama Jabang Tetuka. Sejak lahir dirinya digodog atau dimasukkan dalam Kawah Candradimuka. Dirinya digembleng di lahar panas tersebut guna membersihkan diri karena Jabang Tetuka wujudnya adalah seorang raksasa.

Sang ayah, Werkudara (Bima) percaya bahwa anaknya tersebut kelak menjadi ksatria yang tangguh sehingga harus digembleng di kawah Candradimuka yang panas serta penuh dengan zat berbahaya itu. Namun anehnya si Jabang Tetuka tak mengalami sakit ataupun hal buruk lainnya. Justru dirinya terus tumbuh menjadi bayi yang sehat dan kuat. Sang bayi yang dulu nya lemahpun berkembang menjadi sangat kuat dan sakti mandra guna, yang sering digambarkan menjadi berotot kawat bertulang besi, darah gala-gala kulit karet, rambut jarum, mata laksana sinar kilat yang bisa menghancur leburkan apa saja yang dia pandang dengan tajam.

Tentu saja kisah dalam pewayangan tersebut tidak kita maknai sebagai sesuatu yang ilmiah. Namun harus kita terima sebagai simbol dan “sanepan” budaya. Karena bila kita kaji dari sudut pandang imiah, cerita tadi jelas tidak masuk dalam penalaran. Yang bisa kita ambil dari cerita itu adalah laku tirakatnya, jalan perjuangan yang tidak mudah dan kegigihan lahiriyah maupun batiniyah dalam menggapai sebuah tujuan.

Bulan Ramadhan adalah “Kawah Candradimuka” umat Islam seluruh mayapada ini. Barang siapa yang puasa dengan landasan keimanan dan mampu lulus dari segala godaan yang dihadapinya, ia akan keluar dari Ramadhan sebagai manusia yang baru. Pribadi yang sudah dibersihkan dari dosa-dosanya masa lampau.

Puasa Ramadhan bukan formalitas tahunan belaka. Puasa bukan hanya menahan dari makan minum dan hubungan suami istri. Karena bila sekadar itu ukurannya, tentu siapa saja mampu melaksanakannya. Puasa adalah pengendalian diri “seutuhnya” yang melibatkan urusan jasadiyah dan ruhiyah. Bagai panasnya kawah berapi, Ramadhan juga membakar setiap dosa hamba. Sebagaimana api yang membakar emas untuk mendapatkan kemurniannya, yang terbakar adalah segala kotor yang meliputinya. Hingga yang tertinggal hanyalah wujud keasliannya.  

 

 

Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...