Sabtu, 23 Januari 2021

DIARY GURU “NDESO “ Part 3

 



Pada tahun 2003 akhir, saya mulai masuk mengajar di Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Huda. Pada waktu itu Ketua yayasan datang ke rumah meminta saya masuk membantu mengajar. Padahal, latar belakang pendidikan formal saya bukan jurusan pendidikan (guru). Tentu pada waktu itu tidak menjadi masalah, namanya juga guru bantu, apalagi di lembaga pendidikan swasta di bawah yayasan. Prinsipnya yang penting mau mengajar, urusan linier tidaknya ijazah itu bukan hal penting.

Sejak awal, kepala sekolah kami dulu selalu menyampaikan, menjadi guru harus dengan niat berjuang dan semata-mata sarana mengamalkan ilmu. Karena kalau memiliki niat “bekerja” pasti akan kecewa. Kala itu sepenuhnya anggaran pendidikan menjadi tanggunng jawab yayasan sebagai penyelenggara pendidikan. Belum ada Bantuan Operasional Sekolah (BOS) seperti saat ini. Tentu sekolah hanya bergantung dari SPP siswa yang nominalnya tidak seberapa besar. Praktis keuangan sekolah yang kecil itulah yang harus dibagi untuk seluruh kebutuhan sekolah termasuk memberi honor guru swasta. Masih ingat apa yang diucapkan Bapak Kepala Sekolah pada saat memberi honor, iki mung nggo tuku sabun dudu gaji.. (ini cuma untuk beli sabun bukan gaji).

Sebenarnya menjadi pendidik (guru), bagi saya bukan hal yang baru. Sejak di bangku madrasah aliyah kelas dua saya sudah mengajar mengaji anak-anak di TPQ. Hal yang sama ketika masih kuliah, saya juga aktif mengajar di TPQ. Pengalaman itulah yang membuat saya tidak kaget ketika masuk ke Madrasah Ibtidaiyah. Sudah terbiasa dengan "iklim perjuangan" pada masa itu.

Jurusan sekolah yang memang bukan dunia pendidikan ternyata membuat saya "gagap" juga di tahun awal menjadi guru. Dan secara kebetulan saya langsung mengajar anak kelas enam yang relatif kritis dan punya kebiasaan banyak bertanya. Ihwal yang membuat saya belajar lagi. Sering saya bertanya kepada guru-guru senior untuk masalah yang tidak saya ketahui. Ini mungkin yang dimaksud hakikat mengajar adalah belajar. Menjadi guru dituntut selalu meningkatkan kemampuan diri dan sistem pembelajaran yang dinamis mengikuti perkembangan zaman. Aktivitas mengajar menjadikan ilmu semakin berkembang tidak sebaliknya, pelan-pelan menjadi hilang. Kalau diibaratkan dengan sebilah pisau bila lama tidak digunakakan akan berkarat, namun bila pisau sering diasah dan dipakai maka akan semakin tajam.

Mungkin sekitar dua tahun mengajar, perubahan besar terjadi pada sistem pendidikan kita. Seluruh lembaga pendidikan formal mendapat Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari pemerintah. Sebuah titik perubahan yang menjadikan sistem pendidikan kita mengalami progres yang menggembirakan.

 

 

Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...