Kamis, 22 Juli 2021

MENGIKUTI MILLAH IBRAHIM

 


Hari ini kita sudah memasuki tanggal 13 Dzulhijjah 1442 Hijriyah. Bulan yang juga istimewa bagi umat muslim selain bulan Ramadhan. Menurut riwayat dinamakan Dzulhijjah karena pada bulan tersebut orang-orang Arab, umat yang jauh sebelum peroide Nabi Muhammad melakukan ibadah haji. Karena ibadah haji merupakan (syariat) pelaksanaan ajaran-ajaran serta kebiasaan yang sudah ada sejak zaman Nabi Ibrahim.

Nabi Ibrahim alaihissalam adalah salah satu dari lima Rasul Ulul Azmi. Nabi-nabi yang memiliki keistimewaan atau kelebihan dia atas Nabi dan Rasul lainnya. Beliau juga bergelar “Khalilullah”, dekat dengan Allah yang dicintai dan mencintai Allah. Ajaran atau syariat Nabi Ibrahim sangat dekat dengan syariat (ajaran) Nabi Muhammad. Khitan, qurban dan ibadah haji misalnya. Ketiganya adalah syariat Nabi Ibrahim yang kemudian diteruskan oleh Nabi Muhammad. Seperti disebutkan dalam surat Annisa 125. 

dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayanganNya.

Begitu dekatnya kita dengan millah Ibrahim alaihissalam, hingga dalam shalat kita selalu mendoakan Ibrahim dan keluarganya, bersanding dengan shalawat kita kepada Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam.

Dari Keluarga Nabi Ibrahim lahir para Nabi hingga Nabi akhir zaman Muhammad shallallahu alaihi wasallam. Bisa dikatakan Nabi Ibrahim adalah “Kakeknya” para Nabi. Karena banyak Nabi yang garis nasabnya sampai kepada beliau.

Kisah Nabi Ibrahim dan anaknya Ismail penuh dengan keteladanan bagi kita umat Islam. Sebagaimana termaktub dalam Surat Assaffat kita bisa mempelajari betapa Nabi Ibrahim adalah seorang hamba yang taat. Bahkan ketika mendapat perintah untuk menyembelih anak yang sangat dicintainya, beliau tetap taat dan melaksanakannya. Bila Allah telah memerintahkan, tidak ada lagi pilihan lain selain mengerjakan dengan penuh ketundukan, sami’na wa ato’na. Inilah karakter “Khalilullah”, Nabi Ibrahim tidak hanya sekedar menjalankan perintah-Nya, namun beliau juga selalu memikirkan letak kesempurnaan dalam pelaksanaanya.

Dan, dialog antara Ayah (Ibrahim) dan Anak (Ismail) telah diabadikan dengan indah dalam Surat Assaffat ayat 102.

Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar".

Bila keduanya bukan hamba yang memiliki ketaatan mutlak kepada Allah, niscaya tidak mungkin akan ada dialog seperti itu. Dan kita tidak bisa membayangkan, bagaimana seorang ayah tega menyembelih anaknya, dan begitu pula seorang anak siap untuk disembelih demi sebuah perintah suci.

ketika Tuhannya berfirman kepadanya: "Tunduk patuhlah!" Ibrahim menjawab: "Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam".(QS.Al-Baqarah 131)

Satu hal yang harus selalu kita ingat, keduanya tidak mengetahui bahwa ini hanya sebuah ujian ketaatan. Allah tidak memberitahu sebelumnya bahwa Ini bukan penyembelihan sebenarnya karena akhirnya yang disembelih adalah domba. Kisah keluarga Ibrahim adalah teladan sepanjang masa bagi umat manusia. Keluarga mulia yang meletakkan ketaatan kepada Allah di atas segalanya.

 

 

Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...