Jumat, 28 Agustus 2020

SEPEDA DAN INSPIRASI MENULIS

 


Sudah banyak yang menyatakan membaca adalah sumber ispirasi. Membaca dan menulis bagai dua sisi mata uang yang tidak terpisah. Membaca adalah menjelajah lautan ilmu yang tak bertepi. Membaca membuka sudut pandang manusia. Membaca menjadikan wawasan kita menjadi terhampar luas. Membaca adalah mengembara di alam imajinasi yang penuh sensasi. Dan masih banyak ungkapan lain yang senada dengan semua itu.

Namun sebenarnya inspirasi menulis bisa dari mana saja. Artinya tidak terbatas dari buku-buku yang kita baca. Salah satu sumber mengais inspirasi menulis adalah kegiatan bersepeda. Bersepeda akhir-akhir ini menjadi kegiatan yang digemari di mana-mana. Sebagian menganalisa ini akibat dampak pandemi. Sepeda diminati banyak orang yang ingin tetap berolahraga di masa physical distancing. Mudah karena bisa dilakukan mandiri. Tidak harus kontak dengan orang lain, dan alasan lain dari memilih sepeda karena unsur rekreasi. Dengan bersepeda kita bisa menyusuri jalan-jalan di pinggir sungai, jalan-jalan desa, perbukitan yang menantang maupun tempat lain yang eksotik.

Bersepeda sebenarnya olahraga yang multi manfaat. Bahkan bagi sebagian kalangan masyarakat bersepeda sekadar menunjukkan hobi atau gaya hidup. Jangan heran banyak pabrikan sepeda merilis produknya dengan harga yang mencengangkan. Mulai dari puluhan juta sampai ratusan juta. Sisi mahalnya harga sepeda yang bisa mencapai miliaran rupiah tentu sebenarnya tidak terkait dengan sisi fungsinya. Bersepeda butut dengan harga ratusan ribu juga memiliki manfaat yang sama dengan menggunakan sepeda yang mahal. 

Sepeda bagi saya pribadi adalah sarana angkutan yang sudah intim sejak zaman dahulu. Bersepeda adalah kenangan “indah” masa lalu. Sejak kecil waktu sekolah Tsanawiyah sampai Madrasah Aliyah setiap hari bersahabat dengan sepeda. Bahkan Ketika teman-teman dulu sudah mulai banyak yang menggunakan sepeda motor, saya masih selalu bersepeda. Bukan karena cinta dan setia dengan sepeda namun memang belum punya motor. Sampai saat ini pun bersepeda termasuk hal yang saya sukai. Sesekali menyusuri tepi sungai atau persawahan dan berhenti di tempat-tempat yang menarik hati, sangat imajinatif.

Bersepeda sebenarnya hampir sama dengan membaca buku. Titik perbedaanya adalah teks yang yang dibaca. Bersepeda adalah membaca alam yang terbentang di mata kita. Membaca tanda-tanda kebesaran Allah yang begitu nyata dan dekat dengan kita. Dengan bersepeda kita menyaksikan indahnya matahari pagi yang sinarnya mengandung manfaat menyehatkan tubuh kita. Itu adalah sumber inspirasi yang berlimpah yang bisa kita gali. Dengan bersepeda pikiran menjadi segar kembali dan mengusir kejenuhan aktivitas yang begitu padat.

 

Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...