Jumat, 10 Februari 2023

Melintas Batas



Dialah Irfan Hafiz penulis dari Sri Lanka yang kini sudah pergi untuk selamanya. Anak yang semula riang itu diperkirakan dokter tidak akan melampaui usia 13 tahun. Ia mengidap Distrofi Otot Duchenne (DMD), ganggguan bawaan kelemahan otot. Tapi karena tekadnya ia mampu menulis meski hanya dengan satu jarinya. Ya, perlahan seluruh tubuhnya tidak bisa digerakkan lagi hingga tinggal sati jari yang masih berfungsi.

Sebelum wafat di usia 37 tahun Irfan sempat menulis tiga buah buku, "Silent Strugle", "Moments of Merriment" dan "Strugle of Though" yang luar biasa isinya dan karena caranya ia menulis. Kisahnya menginspirasi jutaan orang di dunia. Kegigihannya dalam menulis menjadi pemantik semangat berkarya bagi para penulis.

Penulis akan datang dan pergi. Namun apa yang ditulis akan menjadi kekayaan ilmu, sastra dan budaya. Mari terus menulis sebagai bentuk syukur kita. Siapa bilang menulis itu sulit. Bukankah menulis adalah pelajaran dasar kita semua. Yang benar, menulis itu mudah tapi membiasakan menulis itu sulit. Dan, yang sulit adalah menumbuhkan kemauan dan memulainya. Pengalamanmu, kisahmu dan khazanah pengetahuanmu memiliki hak untuk kau sampaikan.

Sembilan tahun terakhir menderita cerebral palsy (gangguan fungsi otak dan jaringan saraf) tidak menghalangi Josh Barry menulis dengan hidungnya. Putu Agus Setiawan, ia tetap berkarya meski lahir dengan kondisi yang tidak sama dengan orang normal lainnya. Agus menderita muscular dystrophy. Sakit yang membuat beberapa bagian tubuh Agus susah digerakkan. Namun demikian, penyandang disabilitas asal Bali ini telah menerbitkan lima judul buku. Agus mengetik naskah buku-bukunya hanya menggunakan satu jari.

Lalu apa kekurangan kita?. Tubuh kita lengkap dan sehat, pikiran kita juga jernih tapi kita kalah produktif dengan orang-orang yang dianggap “lemah” tadi. Di saat tubuh dalam kondisi rapuh mereka masih mampu memberi sinar semangat bagi orang lain. Di saat tubuhnya tanpa daya, mereka tetap membawa kecerahan bagi sesama. Di kala fisik memiliki keterbatasan mereka masih mampu menebar kebaikan dan pesan indah kedamaian.

Banyak yang merasa tidak bisa menulis, padahal sebenarnya mereka mampu menulis. Yang terjadi sebenarnya adalah belum memulai menulis. Ada saja belasan alasan yang membuat enggan menulis, padahal menulis hanya membutuhkan alat tulis dan memulai dengan satu kata saja. Banyak yang memiliki kekurangan tetapi mereka bisa menulis. Untuk bisa menulis mereka harus berjuang karena semua tidak pernah mudah dilakukan.

Mereka yang hidup dalam keterbatasan ternyata mampu memberikan terang bagi orang lain. Mereka melintas batas jauh melampaui kemampuan diri sendiri. Lalu mengapa kita yang diberikan kesempurnaan belum bisa meniru jejak langkahnya. Kita mesti merenung dengan kejernihan hati. Apa kontribusi kita dalam kehidupan ini. Benarkah kita sudah banyak memberi kemanfaatan bagi orang lain. Atau seluruh hidup kita hanya urusan kesenangan dan menurutkan keinginan pribadi.

 

Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...