Selasa, 09 Maret 2021

MENJAGA TRADISI LUHUR #2



Mengapa Bahasa Jawa tidak dijadikan sebagai bahasa nasional. Padahal pengguna Bahasa Jawa terbesar di Indonesia. Menurut data kependudukan, suku Jawa jumlahnya lebih 40% dari jumlah seluruh penduduk Indonesia. Menurut para ahli bahasa alasan mengapa Bahasa Jawa tidak dipilih sebagai bahasa nasional karena bersifat strata (bertingkat). Karena Bahasa Jawa terlalu rumit akhirnya yang dipilih sebagai bahasa nasional adalah Bahasa Melayu (Riau) yang lebih egaliter.

Khazanah Bahasa Jawa sebagai budaya lelulur memang luar biasa. Bahasa Jawa amat kaya nama dan terperinci bila dibanding dengan bahasa yang lain. Misalnya saja, daun-daun tumbuhan memiiki nama, kembangnya pun demikian juga. Anak-anak hewan pun memiliki nama tersendiri yang beda dengan induknya. Sebut saja, meri, pedet cempe dan seterusnya. Satu contoh lagi, untuk menyebut silsilah keluarga, hanya orang Jawa yang memiliki nama (penyebutan) untuk leluhurnya. Dimulai dari Anak, Keturunan ke-1. Keturunan ke-2 Putu, Keturunan ke-3 disebut Buyut. Keturunan ke-4 dinamakan Canggah, Keturunan ke-5 Wareng, Keturunan ke-6 Udhek-Udhek dan Keturunan ke-7. Gantung Siwur. Bahasa di dunia mana yang begitu kaya seperti Bahasa Jawa.

Bahasa Jawa juga banyak sinonimnya dan sifatnya mendetail. Untuk menyebut kepala saja bisa dengan beberapa istilah; sirah, mustaka dan endas. Kemudian beberapa sinonim yang sebenarnya memiliki perbedaan makna yang unik. Kata jatuh dalam bahasa Jawa bisa dibagi menjadi beberapa istilah. Jungkel, maknanya adalah jatuh ke depan. Sedangkan untuk jatuh ke belakang disebut nggeblak. Lain lagi untuk jatuh tersungkur yang disebut dlosor.

Dalam Bahasa Indonesia jumlah hari hanya tujuh, Ahad sampai Sabtu. Namun dalam Bahasa Jawa jumlah hari bisa lebih dari itu. Dikarenakan orang Jawa memadukan 7 hari dalam seminggu dengan hari pasaran yang jumlahnya lima yaitu, Paing, Pon, Wage, Kliwon dan Legi. Sehingga satu putarannya berjumlah 35 hari yang sering disebut selapan dino.

Simpulannya, Bahasa Jawa bisa dikatakan bahasa yang paripurna karena begitu lengkapnya, bahkan telah memiliki huruf aksara jawa tersendiri. Kemudian Sastra Jawa yang elok seperti wayang kulit, tembang Jawa dan keragaman seni yang lain semakin menjadikan istimewa kekayaan budaya Jawa. Bagaimana kita tidak bangga dengan semua itu. Tugas kita hanya “nguri-nguri” warisan leluhur kita. Dimulai dari mencintai dan menghargai, selanjutnya juga mewariskan pada generasi yang akan datang.

 

 

 

Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...