Minggu, 20 Februari 2022

GUGUR GUNUNG, KONSEP SOSIAL WARISAN LELUHUR



Istilah gugur gunung menurut literatur diadopsi dari bahasa Jawa. Dalam gugur gunung yang biasa dilakukan oleh masyarakat Jawa, mereka tidak mengenal adanya upah atau pamrih. Mereka bekerja bersama mengutamakan kebersamaan, saling membantu, silahturahmi, bahu-membahu.

Ketika tetangga di sekitar rumah memiki “kerepotan” tertentu, tanpa diminta banyak yang akan datang membantu. Mereka akan meninggalkan sementara semua urusan pribadi  untuk sekadar bisa membantu tetangganya.

Sudah adatnya, mereka merasa senang atau puas hanya dengan makan dan minum sebagai ganti lelah. Ini tidak berarti kurang menghargai kerja seseorang. Nilai fiosofi gugur gunung atau gotong-royong dalam konteks masyarakat Jawa adalah untuk membina semangat persatuan dan kesatuan.

Mungkin gugur gunung dalam peradaban modern sudah mulai memudar. Dalam pandangan masyarakat yang mengaku sebagai generasi maju, mereka menganggap waktu adalah uang. Artinya, tidak boleh ada alokasi waktu untuk hal-hal yang tidak menghasilkan uang. Uang menjadi tujuan utama, adapun urusan sosial kurang mendapat perhatian.

Konsep gugur gunung mesti kita ajarkan kepada anak-anak didik kita. Mungkin benar zaman sudah berubah, tapi karakter mulia tidak boleh aus oleh perubahan. Dalam gugur gunung kita mengajarkan anak untuk kerja sama, tolong menolong dan memiliki kepedulian sosial. Dan, sebagai makhluk sosial, kita akan kehilangan jati diri kita bila meninggalkan konsep gugur gunung dalam bermasyarakat.

 

 

Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...