Kamis, 11 Februari 2021

“MENGIKAT” HATI DI MASJID #2



Masih melanjutkan “uneg-uneg” kemarin. Sebagai bagian dari kepengurusan masjid, kadang merasa gagal menjadikan masjid “ramai” dengan kegiatan ibadah. Apa perlu diumumkan kepada jamaah. "Diberitahukan kepada seluruh jamaah, bahwa mulai besok setiap jamaah mendapat tunjungan ibadah sholat berjamaah sebesar Rp.100.000  setiap satu kali shalat fardhu. Tunjungan akan diberikan setiap bulan sekali”.

Pembangunan fisik masjid tidak sejalan dengan kemakmurannya. Masjid tampak megah dengan lampu terang benderang, sementara kenyataan yang lain hanya satu shaf jamaah yang ada di belakang imam. Itupun sering tidak penuh. Dan ini sudah menjadi lanskap yang umum. Tidak di desa tidak pula hanya di kota. Sering kali kita dipertontonkan “show tunggal”. Dia yang azan, pujian sampai iqomat. Belum berhenti hanya di situ, sekaligus menjadi imam.

Di benua eropa sudah sejak satu dasawarsa yang lalu, banyak tempat ibadah (gereja) yang sudah tidak memiliki jemaah lagi. Gereja-gereja “bongkor” itu akhirnya dilelang. Dan kebanyakan yang membeli adalah komunitas imigran muslim. Kemudian gereja yang sudah nganggur tadi disulap menjadi masjid. Begitu perjuangan saudara-saudara kita di negeri-negeri yang masih jarang kita jumpai masjid di sana. Sebagai sentral ibadah umat peran masjid begitu besar. Menyatukan umat dalam satu jalinan yang kokoh, jalinan ukhuwah Islamiyah.

Berbeda dengan mereka yang berjuang untuk memiliki masjid. Kita saat ini sedang berjuang mengisi masjid. Jumlah masjid sudah amat banyak. Tiap desa, kampung, bahkan tiap RT maupun RW sudah berdiri masjid (musholla). Entahlah, apakah itu sebuah prestasi yang membanggakan. Mampu membangun masjid dengan jumlah yang banyak. Tapi dari sudut pandang fungsinya, mestinya kita harus prihatin.

Eh, siapa bilang masjid dan musholla sepi. Bukankah setiap Ramadhan akan banyak jamaah yang sholat ke masjid atau musholla. Meskipun itu sering hanya di awal dan akhirnya. Bahkan ketika shalat Idulfitri maupun Iduladha, takmir harus menggelar tikar tambahan karena jamaah membludak hingga tidak muat lagi. Setidaknya ini juga masih menggembirakan kita. Sebenarnya umat tidak lupa dengan masjid. Hanya tidak kangen dengan masjid. Kalau pun memiliki rindu, tidak sebesar dengan rindunya pada tempat-tempat wisata, kampung halaman maupun tempat favoritnya yang lain.

 

Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...