Jumat, 21 Oktober 2022

Bahaya Takabbur



Bahaya Takabbur

Mengapa Iblis dikeluarkan dari surga oleh Allah. Karena dia sombong. Merasa dirinya lebih baik dari Adam. Iblis diciptakan dari api sedangkan Adam dicipta dari tanah. Karena asal mula kejadian inilah Iblis merasa dirinya lebih mulia dari Adam sehingga menolak bersujud kepada Adam.

Allah berfirman: "Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?" Menjawab iblis "Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah". (Al-A’raf: 12)

Dosa tertua (pertama) yang dilakukan oleh makhluk Allah adalah kesombongan, bukan dosa maksiat yang lainnya. Maknanya sombong itu lebih berbahaya dari dosa-dosa besar yang lainnya. Barang siapa dalam hatinya ada kesobongan, maka dia tidak bisa masuk ke surga. Jangankan hendak masuk, yang sudah ada di dalamnya (Iblis) saja bisa keluar karena sombong.

Sombong adalah penyakit hati yang bisa menjangkiti siapapun. Tidak terbatas hanya orang awam saja, mereka yang memiliki ilmu tinggi juga bisa terjerumus dalam kesombongan. Dan yang sering terjadi, orang sombong tidak merasa bila dirinya sombong. Sebenarnya sedang sakit tapi tidak sadar bila dirinya dalam kondisi sakit.

Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu‘anhu dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda;

“Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi.” Ada seseorang yang bertanya, “Bagaimana dengan seorang yang suka memakai baju dan sandal yang bagus?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.“ (HR. Muslim)

Sombong merupakan watak dan sifat manusia yang merasa besar atau mengagungkan dirinya sendiri serta menganggap rendah dan kurang yang lainnya. Sifat sombong juga biasanya disertai dengan sifat riya (pamer), karena merasa dirinya lebih dari segalanya. Padahal dalam Islam, riya masuk dalam musyrik kecil.  

Lalu mengapa manusia bisa sombong. Mungkin karena bangga dengan ilmunya, hartanya atau kedudukan tinggi yang didapatkan. Semua status yang melekat dalam diri seseorang sebenarnya hanya sementara saja. Dan bila ia mengingat Allah sebagai pemilik segalanya, maka pasti ia tidak akan sombong dan riya.

“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri” (QS Luqman : 18).

Kesombongan ada dua macam, yaitu sombong terhadap al haq dan sombong terhadap makhluk. Seperti diterangkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadist, “sombong adalah menolak kebenaran dan suka meremehkan orang lain”. Menolak kebenaran adalah dengan menolak dan berpaling darinya serta tidak mau menerimanya. Sedangkan meremehkan manusia yakni merendahkan dan meremehkan orang lain, memandang orang lain tidak ada apa-apanya dan melihat dirinya lebih dibandingkan orang lain.

Meski sifat sombong merupakan fitrah yang sudah muncul sejak manusia lahir, akan tetapi itu sifat tercela dan kita diajarkan tentang adab dan tata krama, serta bersikap tawadhu (rendah hati). Sikap inilah yang merupakan sikap terpuji, yang merupakan salah satu sifat ‘ibaadur Rahman yang Allah terangkan dalam firman-Nya,

“Hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih adalah orang-orang yang berjalan di atas muka bumi dengan rendah hati (tawadhu’) dan apabila orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik.” (QS. Al Furqaan: 63)

Seperti filosofi padi, semakin berisi semakin menunduk. Seharusnya ketika Allah memberikan banyak kelebihan maka akan semakin tawadhu’. Tawadhu’ adalah ketundukan secara total terhadap kebenaran, dan tunduk terhadap perintah Allah dan rasul-Nya dengan melaksanakan perintah dan menjauhi larangan. Tawadhu’ terhadap manusia tercermin dengan bersikap rendah hati, memperhatikan mereka baik yang tua maupun muda, dan memuliakan mereka.

Semoga Allah menjauhkan kita semua dari sikap sombong, dan Allah selalu membimbing kita menjadi hamba yang tawadhu.

 

Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...