Jumat, 15 April 2022

PUASA, JALAN MENUJU TAQWA


Di saat kita masih diberi kesempatan oleh Allah untuk menjumpai bulan Ramadan 1443 Hijriyah, berarti kita masih mendapat nikmat besar dari Allah yang mesti kita syukuri. Bersyukur dengan memenuhi hari-hari di bulan Ramadan dengan ibadah. Mengisi waktu untuk bekal kehidupan akhirat yang abadi. Karena apa yang didapatkan di kehidupan kelak, bergantung bagaimana kita mengisi waktu di dunia.

Ramadan menjadi bulan yang dinanti jutaan umat Islam di dunia. Kehadirannya selalu disambut dengan penuh suka-cita dan harapan mulia. Bagaimana tidak riang gembira menyambut bulan suci Ramadan, amal kebaikan dilipatgandakan, dosa-dosa diampunkan dan segala doa akan dikabulkan oleh Allah.

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. (Al-Baqarah 183)

Ramadan diibaratkan masa panen. Semua serba berlimpah, pahala, rahmat dan karunia-Nya diberikan pada hamba yang sungguh-sungguh mencari ridha-Nya. Akan tergolong orang yang rugi besar bila kita menjumpai Ramadan tapi tidak mendapat keberkahannya.

Puasa adalah salah satu jalan yang akan mengantarkan seseorang mencapai derajat taqwa. Tapi tentu ibadah puasa yang dilakukan tidak sekadar terbatas hanya urusan menahan makan dan minum serta urusan syahwat antara suami dan istri. Puasa seseorang yang hanya mencegah keinginan perut dan bawah perut tentu masih dikatagorikan puasa lahiriyah, belum menyentuh hakikat puasa yang sesungguhnya.

Shaum sama artinya dengan imsak yang berarti menahan. Inti dari ibadah puasa adalah imsak, menahan atau pengendalian diri. pengendalian diri dalam kehidupan ini memiliki arti yang penting. Terjadinya kekacauan, perselisihan atau bahkan peparangan karena tidak adanya pengendalian diri. Sepanjang hidup kaum muslimin diharuskan untuk selalu “puasa”, terus menahan diri. Menahan diri dari ucapan atau perkataan kotor, ghibah dan fitnah. Bahkan menahan diri dari penyakit-penyakit hati yang tidak tampak dari luar seperti; riya, sum’ah, sombong maupun ujub.

Selama bulan suci Ramadhan kita ditempa untuk menahan diri. Memasuki bulan “pelatihan” jiwa dan raga dengan harapan ketika kita keluar dari bulan Ramadhan, hendaknya mampu melanjutkan menahan diri dari semua yang dilarang syariat agama. Inilah tujuan ibadah puasa. Puasa yang dikerjakan dengan ikhlas dan semata mengharap ridha Allah serta tidak hanya menahan dari lapar dan dahaga semata, namun menahan telinga, pendengaran, lisan, tangan, kaki, dan seluruh anggota tubuh dari perbuatan dosa. Puasa demikian ini yang akan apa yang berdampak besar bagi seseorang dan membawa pengaruh secara sosial.

Terciptanya keteraturan dan ketentraman dalam masyarakat salah satunya karena adanya kemampuan menahan diri. Satu saja dari sekian banyak orang yang ada di dalam komunitas tidak memiliki pengendalian diri sudah pasti akan menimbulkan situasi yang tidak aman dan nyaman. Sebaliknya bila setiap individu memiliki pengendalian diri yang baik, maka akan tercipta keadaan yang harmonis.

 

Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...