Selasa, 26 Mei 2020

IDUL FITRI ALA NUSANTARA



Sudah menjadi tradisi masyarakat kita bila sampai ujung Ramadhan, bersiap-siap merayakan Idul Fitri yang akan tiba. Rumah-rumah dibersihkan, dihias dan dicat atau diberi lampu warna-warni. Ibu-ibu sibuk menyiapkan kue lebaran yang bermacam-macam jenisnya, anak-anak sibuk memilih baju lebaran yang akan mereka pakai merayakan hari kemenangan. Pusat-pusat belanja akan dipadati pengunjung yang jumlahnya berlipat-lipat dari hari biasa. Memang Idul Fitri tahun ini akan beda dengan idul fitri tahun-tahun sebelumnya, geliat kemeriahan menyambut Idul Fitri tidak akan kita lihat seperti biasanya. Pusat-pusat perbelanjaan masih dibatasi dengan protokol penanggulangan pandemi. Idul fitri yang identik dengan halal bihalal, silaturrahim dengan tetangga, keluarga, teman sejawat tidak akan bisa kita laksanakan sebagaimana biasa.

Halal bihalal, kemeriahan Idul Fitri di negeri kita sudah menjadi budaya. Halal bihalal yang sebenarnya secara etimologi berasal dari Bahasa Arab namun tidak dikenal dalam ‘mufrodat’ dan tidak dipakai dalam struktur bahasa baku orang Arab. Dalam istilah yang sederhana mungkin bisa dikatakan halal bihalal adalah bahasa Arab yang hanya dipakai di Indonesia. Menurut literatur asal mula halal bihalal sudah ada sejak pemerintahan Mangkunegara I atau Pangeran Sambernyawa di keraton Solo. Dalam literatur yang lain sejarah halal bihalal ada sejak awal-awal kemerdekaan Indonesia. Bung Karno menghendaki adanya silaturahim yang melibatkan banyak orang (massal), setelah berdiskusi dengan KH.Wahab Hasbullah akhirnya disepakati konsep halal bihalal yang pada awalnya hanya dilakukan oleh Presiden Soekarno dengan mengundang tokoh-tokoh elit politik dengan tujuan menyatukan bangsa. Hal ini yang kemudian ditiru dan dilaksanakan oleh seluruh masyarakat Indonesia.

Ketupat, Idul Fitri juga identik dengan ketupat. Ketupat menurut sebagian literatur sudah ada sejak sebelum Islam masuk ke Indonesia. Menurut sebagian catatan sejarah ketupat dijadikan sebagai bagian perayaan Idul Fitri dimulai sejak pemerintahan kerajaan Islam di Demak. Ketupat yang dibuat dari janur dan diisi dengan beras memiliki makna filosofis. Kata ketupat yang dalam Bahasa Jawa disebut Kupat berasal dari kata aku lepat (saya salah), artinya ketupat sebagai simbol saling memaafkan anatara saudara dengan saudara yang lain, orang tua ke anak-anaknya, guru ke murid-muridnya. Namun sebagian ada yang mengatakan ‘Kupat’ berasal dari Bahasa Arab kaffatan yang artinya sempurna. Setelah satu bulan penuh menjalankan ibadah puasa kita disunahkan puasa pada hari kedua bulan Syawal sampai hari ke-tujuh (selama enam hari), setelah itu pada hari ke-tujuh malam kedelapan Syawal membuat selamatan kecil dengan membuat ketupat (bodo kupat), ini mungkin yang dimaksud sempurna dalam ibadah puasa. Sebagaimana dalam hadits disebutkan “Barang siapa yang berpuasa Ramadhan, kemudian ia ikuti dengan berpuasa enam hari di bulan Syawal, ia akan mendapat pahala seperti puasa setahun penuh”.

Mudik, Hari raya sudah pasti akan menjadi hari spesial bagi umat Islam khususnya di Indonesia. Akan kurang sempurna bila tidak dirayakan dengan keluarga. Ini yang menjadi alasan mengapa harus mudik ke kampung halaman. Dalam makna lain mudik adalah bentuk kecintaan anak ke orang tua dan saudaranya yang masih tinggal di kampung halaman. Hakikat mudik adalah menyambung tali silaturrahim. Puasa merupakan bentuk ibadah vertikal (hablum minallah) sedangkan mudik adalah bentuk hubungan sesama manusia (hablum minannas), tentu tidak akan sempurna ibadah puasa kita bila hubungan kita dengan keluarga tidak dijalin dengan baik. Puasa yang dilakukan dengan landasan iman dan semata karena Allah dijanjikan mendapatkan ampunan dari Allah sehingga bersih semua dosa-dosanya laksana bayi yang baru lahir. Tinggal dosa kepada sesama manusia yang harus kita bersihkan dengan permohonan maaf, dan mudik merupakan salah satu bentuk budaya masyarakat kita yang bertujuan merayakan Idul Fitri dan sarana permohonan maaf sungkem ke orang tua  dan seluruh kerabat.

Inilah sebagian tradisi Idul Fitri yang sudah menjadi ciri khas masyarakat kita, akan menjadi suatu yang tidak lazim apabila merayakan Idul Fitri tidak melaksanakan tradisi yang sudah turun menurun ini. Dan hari ini kita mengalaminya......

Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...