Minggu, 22 Januari 2023

Tidak Harus Hebat, yang Penting Bermanfaat

 



Ada yang berpendapat, bahwa orang-orang yang memiliki jiwa sosial tinggi yang diwujudkan dengan sering membantu orang lain, mereka disebut memiliki kesalehan sosial. Biasanya insting menolongnya kuat sehingga ia selalu peduli dengan kesusahan orang. Sementara orang-orang yang hanya sibuk dengan ibadah pribadinya seperti salat-salat sunah, puasa, zikir maupun membaca Al-Quran disebut memiliki kesalehan pribadi.

Khoirunnas anfa’uhum linnas. Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lain. Mereka yang asyik menyendiri dengan ibadahnya dalam ruang-ruang khusus dan menjauh dari pergaulan manusia bukanlah hamba terbaik. Karena bisa saja ia melakukan itu karena lari dari tanggung jawab membimbing umat.

Kesalehan tentunya tidak bisa dipisahkan antara ibadah yang khusus dengan "ibadah sosial". Kesalehan hamba ukurannya adalah baik hubungannya dengan Allah dan baik pula hubungannya dengan manusia sekitarnya. Ketika ia telah mampu menjaga hubungan baiknya dengan Allah, di sisi lain ia juga harus menjaga hubungan baik dengan masyarakat. Tidak hanya sibuk mengurusi keselamatan diri sendiri, sementara banyak orang membutuhkan dia.

Sementara yang selalu berkhidmat kepada orang, seharusnya juga menjaga hubungan dengan Tuhannya. Menolong orang adalah perintah Allah, tapi ibadah salat, puasa, mengkaji Al-Quran juga perintah-Nya yang pantang diabaikan. Kesalehan hamba mencakup dua hal sekaligus, hablumminallah dan hablumminannas. Tidak akan sampai pada kesempurnaan bila hanya baik sebagian sementara buruk pada bagian lainnya.

Memang tidak mudah menjadi sebaik-baik manusia. Ketika kita hidup di tengah masyarakat, sudah pasti kita akan bersinggungan dengan segala permasalahan dunia yang rumit. Mengarungi hidup di masa akhir zaman seperti sekarang ini, teramat sulit menjaga diri dari perbuatan dosa. Namun lari dari dari kehidupan dan menyepi dari gaduhnya masyarakat juga bukan pilihan yang terbaik. Karena sudah pasti hidupnya tidak memberi manfaat bagi sesama.

*****

“Ojo Rumangsa Bisa, Nanging Bisa Rumangsa” (jangan merasa bisa tetapi bisa merasa) menjadi peringatan agar kita jauh dari kesombongan dan kebohongan. Sebuah nasihat yang mengajarkan untuk selalu rendah hati. Umumnya banyak orang melakukan segala sesuatu hanya mengandalkan ego secara berlebihan karena merasa diri lebih baik dari orang lain.

Merasa diri memiliki kelebihan dari orang lain cenderung akan menganggap orang lain lebih rendah. Dan ini bila dibiarkan akan menjadi benih kesombongan yang akan semakin membesar. Dan bila sudah membesar akan sulit untuk dihilangkan.

Menyadari sejak awal embrio “rumangsa bisa” dalam diri akan menghindarkan kita terjerumus dalam jurang kesombongan. Apalah yang kita miliki, apa pula kelebihan yang bisa dibanggakan. Semua hanya ilusi dan bayang-bayang semu belaka. Karena pada hakikatnya tidak ada kemampuan yang bisa dibanggakan, tidak ada orang yang benar-benar hebat di muka bumi ini.

Semua yang dikatakan milik kita adalah anugerah dan karunia-Nya. Bila kita bisa berbuat baik semata karena mendapat pertolongan Allah, lalu mengapa harus bangga dan besar kepala. Harusnya selalu menjadi pribadi yang “bisa rumangsa”.

 

Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...