Minggu, 20 September 2020

GAGASAN ITU MERDEKA


Menulis telah menjadi bagian aktivitas yang menyenangkan untuk sebagian orang. Tentu hal ini diperoleh mereka setelah melalui proses pembiasaan yang lama. Bagi para pemula yang baru masuk ke dunia menulis, tak jarang merasa bahwa menulis itu rumit dan seakan menjadi kegiatan yang berat.

Alah bisa karena biasa. Sebuah peribahasa yang menjelaskan bahwa semua bisa dikerjakan dengan passion karena sudah terbiasa melakukannya. Begitu juga dengan aktivitas menulis. Menulis justru sarana melepaskan beban. Ketika ada sesuatu yang menyumbat perasaan akan terasa hilang bersama kata-kata yang tertuang dalam sebuah karya tulis. Tulisan adalah entitas suara hati yang terpendam dalam lubuk sanubari. Acap kali buah pikiran itu sebuah kecemasan yang bergejolak yang semakin kita menumpuknya semakin akan menjadi sesuatu yang meresahkan. Ekspresi penulis yang mengalirkan semua keluh kesahnya dalam lembaran-lembaran kertas seakan mengeluarkan kepekatan hati dan menghadirkan kelegaan jiwa.

Bagaimana bisa menulis menjadi beban, sedangkan apa yang kita tulis adalah gagasan kita yang merdeka. Fisik seseorang bisa saja dikurung dalam penjara namun jiwa dan gagasannya selamnya akan merdeka tiak pernah bisa dikekang. Banyak penulis besar justru menjadi lebih produktif ketika berada dalam bui. Buya Hamka contohnya. Beliau menulis sebagian besar Tafsir Al-Azharnya dalam penjara. Kisah ini dikutip di sebuah artikel, dari Majalah Panji Masyarakat edisi 317 berdasarkan penuturan Buya Hamka sendiri. Kalau dalam majalah Gema Islam beliau sanggup menulis dua juz dalam dua tahun. Ketika berada di tahanan beliau dapat menyelesaikan 28 juz dalam 2 tahun empat bulan. Penjara bagi Buya Hamka bukan tempat yang bisa memadamkan api semangatnya dalam berkarya. Tubuhnya bisa saja terbelenggu namun jiwanya tetap dalam alam merdeka.

Dengan menulis kita mencitrakan insan yang merdeka. Merdeka secara lahiriah dan kemampuan menyuarakan gagasan yang kita miliki. Para penulis adalah kelompok orang yang mampu menyampaikan pandangan dengan kebebasannya. Dan bahkan para penulis mampu menyadarkan orang lain yang tidak memiliki keberanian untuk memulai menampakkan identitas mereka. Akan menjadi hal yang menyedihkan bila kita memiliki tubuh yang bebas namun justru hati yang terpenjara. Kita terbelenggu dengan angan-angan sendiri. Terjebak dalam kebekuan yang kita ciptakan sendiri.

Gagasan tidak bisa dibelenggu dengan ikatan-ikatan. Buah pikiran tak bisa dipudarkan dengan fisik yang terpasung. Selamanya kita memiliki kemandirian berpikir. Tak ada seseorang pun yang mampu mengurung kemerdekaan buah pikiran kita.

 

 

 

 

 

 

 

 

Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...