Jumat, 22 Januari 2021

DILEMA PENULIS PEMULA



Bisa menulis, menyampaikan gagasan dengan merdeka bagi saya adalah sebuah karunia Allah yang harus disyukuri. Apalagi menulis kemudian mampu menerbitkan buku, rasanya bahagia sekali. Saya rasa teman-teman penulis yang lain sependapat dengan saya.

Lega rasanya buku yang kedua sudah selesai ditulis, tinggal menunggu terbit. Buku yang saya beri judul “TENTANG MENULIS, Sebuah Catatan, Pengalaman dan Keteguhan Belajar”. Bisa menerbitkan buku meskipun bukan di penerbit mayor tentu impian setiap penulis. Rasanya tidak menjadi masalah dengan semua biaya yang harus dikeluarkan, karena semua itu tidak sebanding dengan rasa “plong” (lega) dalam hati.

Hari ini Prof. Naim memosting layout cover buku kedua saya di Grup Ma’arif Menulis. Dan bukan sekadar mengaploud, tapi juga membantu “promosi” untuk pemesanan buku saya. Rasanya senang dan bangga, tapi juga malu. Senang karena buku saya mendapat apresiasi dari beliau, sekaligus dipasarkan ke teman-teman di grup menulis. Malu karena saya tahu persis isinya belum sebagus covernya (he..he…). Untuk menulis rasanya sudah tidak terbelenggu rasa malu, tapi untuk urusan “menjual” buku sendiri, ini yang masih menjadi dilema. Masih kurang percaya diri.

Aktif menulis kemudian bisa menerbitkan buku, bagi penulis pemula seperti saya tentu orientasinya bukan semata mencari keuntungan (komersil). Bagi kawan penulis yang sudah menerbitkan buku pasti sudah memahami ini. Namun tidak mungkin juga kita menerbitkan buku hanya untuk dibaca sendiri. Tentu kita berharap karya yang sudah terbit mampu memberi “sedikit” manfaat bagi orang. Menularkan semangat menulis, dan yang terpenting ide, gagasan yang kita bangun sampai ke pembaca.

Tugas penulis di era sekarang juga mempromosikan karya sendiri dan juga karya teman, kata Prof.Naim dalam pesan WA-nya. Tepat sekali apa yang beliau sampaikan. Kalau kita meyakini apa yang kita tulis adalah sebuah kebaikan, tentu kita harus berusaha menyampaikan ke banyak orang. Point inilah yang seharusnya mengikis rasa ragu dan malu. Mengapa harus malu, karena yang kita lakukan bukanlah sesuatu yang tercela. Justru itu adalah bagian dari ikhtiar menebar kebaikan.

 

Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...