Jumat, 30 September 2022

Marah Kepada Tuhan



Akibat sebuah musibah, seorang pengusaha mengalami kerugian yang besar. Usaha yang dirintisnya belasan tahun hancur. Asetnya yang miliaran juga hilang, bahkan kini harus menanggung hutang yang banyak. Tambah satu lagi, ia juga mengalami sakit yang tidak kunjung sembuh.

Dunia serasa gelap. Hidupnya dalam keputusasaan dan tiada harapan lagi untuk bangkit dan memulai membangun kembali segala yang telah diraih sebelumnya. Hari-harinya selalu dipenuhi amarah dan kebencian. Seakan semua orang bersalah dan ikut andil dalam keterpurukan hidupnya. Bahkan, dalam pandangannya Tuhan juga bersalah. Mengapa Dia yang disembah setiap saat tidak menolongnya ketika dirinya sedang menghadapi permasalahan yang berat. Dia marah kepada Tuhan dan tidak mau lagi tunduk dan berdoa.

Sampai pada suatu saat, sang pengusaha mendapatkan terang dalam hatinya yang selama ini dalam kegelapan. Teringat apa yang sering dibacanya ketika dalam shalat, Inna sholati wa nusuki wa mahyaya wa mamati, lillahi rabbil’alamin…. Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanya untuk Allah Tuhan semesta alam.

Tersungkur menangis dia dalam heningnya malam. Ya Allah, setiap hari aku berikrar bahwa shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanya untuk-Mu, tapi mengapa hanya karena ujian ini aku lupa diri. Semua milik-Mu, bila Engkau mengambilnya apa hak hamba untuk menahannya. Semua dalam Kuasa-Mu lalu mengapa saya merasa lebih tahu dan marah kepada-Mu.

Pagi itu dia tersenyum setelah berbulan-bulan lupa bagaimana caranya tersenyum. Hatinya lapang kembali setelah sekian lama dalam kesempitan. Ya Allah, aku serahkan semua pada-Mu. Aku akan belajar menjadi hamba yang ikhlas. Semua harta yang Kau titipkan telah Engkau ambil kembali. Mungkin nanti akan Engkau ganti dengan yang lebih baik. Sakit di tubuhku mungkin sebagai jalan engkau bersihkan dari segala yang haram yang telah menjadi darah dan daging. Jadi, mengapa aku harus bersedih dan marah pada-Mu ya Allah….

 

Kamis, 29 September 2022

Blendrang Naskah Buku

 



Target menyelesaikan naskah buku kelima pada bulan ini pasti tidak tercapai. Lagi-lagi saya terkena “virus menunda” hingga berkali-kali. Naskah yang sebenarnya tinggal menyunting dan merapikan detail susunan bagian-bagiannya masih saja belum tersentuh. Entah mengapa setiap hendak membuka folder dalam laptop tua saya yang isinya draf buku tersebut selalu saja hilang semangat. Dipaksa pun selalu gagal dan akan berakhir dengan cepat tanpa hasil.

Malam ini untuk kesekian kalinya saya niatkan memulai kembali. Membuka dan menyunting naskah buku yang sudah menjadi blendrang karena sudah beberapa bulan dibiarkan terbengkalai. Begitulah tabiat buruk manusia, suka terlena dan menurutkan kesenangan. Hal-hal penting yang berat biasanya justru dihindari atau ditunda untuk dikerjakan di lain waktu.

Menulis buku bagi saya bukan bagian dari aktivitas yang menghasilkan uang. Saya sepenuhnya memahami dunia menulis yang saya jalani. Di saat dunia menulis buku sedang lesu darah seperti saat ini, tidak mudah mendapatkan keuntungan materi dari menulis. Sekadar kembali biaya yang dikeluarkan untuk menerbitkan buku saja, itu sudah terbilang bagus.

Tetapi apapun situasi yang dihadapi, dunia menulis terlanjur memikat hati saya. Jadi, biarpun harus membiayai penerbitan buku dan sering “nombok” karena modal tidak pernah kembali saya tetap lega dan puas hati. Saya tidak merasa kecil hati di saat buku-buku karya saya tidak diminati orang. Ini yang mungkin sering dikatakan orang, bahagia itu tidak bisa dinilai dan dibeli.

Sepanjang masih mampu berkarya, saya bertekad untuk terus menulis dan menerbitkan buku. Tidak peduli meski tak ada orang yang mengapresiasi dengan apa yang saya lakukan. Dari sekian banyak hal yang membahagiakan hati, salah satu di antaranya adalah menulis. Lalu mengapa harus meninggalkan sesuatu yang membuiat hati saya bahagia.

Rabu, 28 September 2022

Nikmat Mana yang Diingkari

 



Kehidupan manusia di dunia ini pada prinsipnya sama saja. Status yang disandang manusia hanyalah atribut yang sementara saja. Jabatan tinggi, berlimpahnya harta benda atau kemashuran nama hanya nikmat duniawi yang sebentar saja. Ketika manusia memasuki kehidupan selanjutnya taka akan ada lagi hak istimewa yang melekat pada dirinya. Semua akan diperlakukan dengan ADIL oleh Yang Mahakuasa.

Yang berharta bisa membeli dipan mewah dilapisi sulaman sutera, tapi nikmatnya tidur nyenyak tiada mampu dibelinya. Dengan kekuasaanya seseorang bisa mengerahkan puluhan “Bodyguard” untuk menjaganya, tapi ketenangan hati tidak menjadi jaminannya. Segala makanan lezat dan mahal mudah dibeli oleh mereka yang berlimpah materi, tapi nikmatnya makan belum tentu ia dapatkan.

Sudahlah, tidak perlu kita merasa rendah dari orang lain. Namun juga tidak usah besar kepala dan merasa tinggi. Semua sudah dititah oleh Allah dengan keadilan-Nya. Menangis tertawa dan bahagia derita akan dialami siapa saja, tak peduli siapa orangnya. Menjalani hari demi hari dengan kesadaran selalu bersyukur atas nikmat-nikmat-Nya menjadi kunci hidup bahagia.

Ketentraman hati dan kebahagiaan tak mesti terlihat dari luar. Mata manusia sering salah mengukur dan menilai. Apa yang terlihat kerap tidak sama dengan yang sesungguhnya terjadi. Dan semua itu sangat mungkin terjadi dalam kehidupan nyata.

Yang hidupnya terlihat menderita ternyata dia menjalaninya dengan suka-cita. Rakyat jelata tetapi merasa hidupnya bak sang raja. Hidupnya tidak terikat lagi dengan bendawi. Kebahagiaanya tidak lagi diukur dengan banyaknya apa yang dimiliki. Orang-orang seperti itu hidupnya tidak akan lagi disusahkan dengan segala urusan materi.

Selasa, 27 September 2022

Tamu dari Negeri “Antah Berantah” #2

 



Mau bukti apa lagi?. Rasanya dua kali bertanding dan menang bukan lagi sebuah kebetulan. Ya, kita sedang bangga dengan hasil dua kali menang berturut-turut melawan negeri “Antah Berantah” Curacao. Setelah pada pertandingan pertama kita menang 3:2 kemarin (Selasa, 27 September 2022) kita berhasil menang lagi dengan skor 2:1.

Tak perlu mencari alasan kekalahan. Pada pertandingan pertama mereka mungkin masih bisa membuat dalih karena belum bugar setelah melakukan perjalanan udara yang panjang dari Amerika Utara menuju Indonesia. Lalu apa alasan kekalahan pada pertandingan kedua kemarin?. Pelatih Curacao kecewa dan pernyataannya secara samar terkesan tidak puas dengan kinerja wasit.

Secara fair kita menyaksikan pasukan Garuda memang bermain lebih atraktif. Mereka memiliki kecepatan dan akurasi umpan yang baik. Kedua gol yang tercipta menggambarkan hidupnya serangan timnas kita. Murni, dua gol yang tercipta adalah buah dari membangun serangan yang terorganisir, bukan dari bola-bola mati.

Warna atau karakter permainan timnas memang mulai terlihat. Kinerja pelatih Sin Tae Yong (STY) sejauh ini memuaskan. Dia merupakan tipe pelatih yang memiliki konsisten mengandalkan pemain-pemain muda yang potensial. Lihat timnas kita hari ini, pada saat melawan Curacao secara rata-rata usia pemainnya masih di bawah 23 tahun. Ini tentu luar biasa dan membuktikan bila pelatih memiliki kepercayaan diri yang tinggi.

PSSI harus memberi kesempatan STY untuk membangun timnas. Prestasi tidak bisa diraih secara instan. Bila STY diberi kesempatan yang cukup kita optimis dengan masa depan timnas kita. Keberanian pelatih “membuang” pemain timnas senior dan memberi kesempatan pasukan garuda muda patut diapresiasi. Pelatih timnas kita saat ini tidak peduli dengan nama besar pemain, yang terpenting baginya adalah mereka yang siap bekerja keras dan memiliki kedisiplinan. Bravo timnas…

Senin, 26 September 2022

Melintas Batas

 



Banyak yang merasa tidak bisa menulis, padahal sebenarnya mereka mampu menulis. Yang terjadi sebenarnya adalah belum memulai menulis. Ada saja belasan alasan yang membuat enggan menulis, padahal menulis hanya membutuhkan alat tulis dan memulai dengan satu kata saja. Banyak yang memiliki keterbatasan tetapi mereka bisa menulis. Untuk bisa menulis mereka harus berjuang karena semua tidak pernah mudah dilakukan.

Sembilan tahun terakhir menderita cerebral palsy (gangguan fungsi otak dan jaringan saraf) tidak menghalangi Josh Barry menulis dengan hidungnya. Putu Agus Setiawan, ia tetap berkarya meski lahir dengan kondisi yang tidak sama dengan orang normal lainnya. Agus menderita kelainan genetik bernama muscular dystrophy. Penyakit itu membuat beberapa bagian tubuh Agus susah digerakkan. Namun demikian, penyandang disabilitas asal Bali ini telah menerbitkan 5 judul buku. Agus mengetik naskah buku-bukunya hanya menggunakan satu jari.

Satu lagi Irfan Hafiz penulis dari Sri Lanka. Anak yang semula riang itu diperkirakan dokter tidak akan melampaui usia 13 tahun. Ia mengidap Distrofi Otot Duchenne (DMD), ganggguan bawaan kelemahan otot. Tapi karena tekadnya ia mampu menulis meski hanya dengan satu jarinya. Ya, perlahan seluruh tubuhnya tidak bisa digerakkan lagi hingga tinggal sati jari yang masih berfungsi.

Sebelum wafat di usia 37 tahun Irfan sempat menulis tiga buah buku, "Silent Strugle", "Moments of Merriment" dan "Strugle of Though" yang luar biasa isinya dan karena caranya ia menulis. Kisahnya menginspirasi jutaan orang di dunia. Kegigihannya dalam menulis menjadi pemantik semangat berkarya.

Mereka yang hidup dalam keterbatasan ternyata mampu memberikan terang bagi orang lain. Mereka melintas batas jauh melampaui kemampuan diri sendiri. Lalu mengapa kita yang diberikan kesempurnaan belum bisa meniru jejak langkahnya. Kita mesti merenung dengan kejernihan hati. Apa kontribusi kita dalam kehidupan ini. Benarkah kita sudah banyak memberi kemanfaatan bagi orang lain. Atau seluruh hidup kita hanya urusan kesenangan dan menurutkan keinginan pribadi.

 


Minggu, 25 September 2022

Tamu dari Negeri “Antah Berantah”

 



Dalam ajang FIFA Matchday pada hari Sabtu kemarin, Indonesia sukses menaklukkan tamunya Curacao dengan skor 3:2. Laga persahabatan yang digelar di Stadion Gelora Bandung Lautan Api tersebut terbilang sepi penonton. Salah satu penyebabnya mungkin karena lawan yang dihadapi timnas kurang terkenal.

Mendengar namanya saja mungkin kita baru sekali ini. Bahkan seandainya mereka tidak diundang ke Indonesia, mungkin kita tidak akan pernah tahu bila ada negara bernama Curacao. Mereka semacam negeri Antah Berantah yang nun jauh di sana sehingga luput dari perhatian.

Negara Curacao terletak di sebuah pulau di Laut Karibia dan sebelah utara garis pantai Venezuela, Amerika Selatan. Curacao adalah negara bagian yang termasuk di dalam Kerajaan Belanda. Menurut sebuah sumber resmi, Curacao dihuni oleh 149.800 orang. Bandingkan dengan penduduk Indonesia. Jumlah mereka sebanding dengan jumlah penduduk di sebuah kecamatan. Bahasa yang digunakan di Curacao secara umum adalah bahasa Belanda dan Inggris.

Laga tomnas Indonesia melawan Curacao sebenarnya berjalan menarik. Curacao membuka keunggulan di menit ke-7. Sepakan jarak jauh Michael Maria membentur tiang gawang, tetapi bola muntah langsung disambar Rangelo Janga dan sukses menjebol gawang Indonesia. Indonesia berhasil keluar dari tekanan dan balas menyerang. Hasilnya, Marc Klok sukses menyamakan kedudukan di menit ke-18.

Gol tersebut menambah semangat bertanding Indonesia. Buktinya timnas berbalik unggul pada menit ke-23. Throw-in yang dilepaskan Pratama Arhan ke kotak penalti Curacao disambut Fachruddin Aryanto dengan sundulan yang bersarang di sudut kanan gawang. Namun keunggulan itu tak bertahan lama. Menit ke-25, Curacao melihat celah di pertahanan Indonesia kemudian melancarkan serangan balik, hasilnya Juninho Bacuna berhasil mebuat gol kedua bagi Curacao.

Pada menit ke-55 Indonesia berhasil mencetak gol ketiga melalui Dimas Drajad. Ini menjadi gol terakhir dalam laga tersebut. Kedua tim akan memainkan pertandingan lagi pada hari Selasa. Bila melihat hasil pertandingan pertama, Indonesia pantas diunggulkan meski yang dihadapi secara peringkat FIFA jauh lebih baik.

 


Sabtu, 24 September 2022

Pemimpin Masa Depan

 



Menjadi pemimpin itu tidak mudah. Seorang pemimpin harus memiliki kualifikasi yang disyaratkan. Pemimpin semestinya memiliki kecakapan dan kemampuan di atas rata-rata orang yang dipimpinnya. Jelas ini diperlukan karena pemimpin pasti mengahadapi situasi yang berbeda dengan orang pada umumnya.

Sejarah panjang manusia tak lepas dari kisah para pemimpin yang tumbuh dan berganti. Mereka dikenang karena keberhasilannya. Seorang pemimpin besar akan menulis kebesaran sejarahnya. Dia mampu membuat perubahan besar, merubah wajah dunia.

Sampai hari ini kita tetap dan akan selalu memiliki pemimpin. Dari tingkat yang paling bawah sampai ke tingkat pemimpin negara, silih berganti akan terus ada. Yang berbeda adalah cara kita memilih pemimpin dan syarat utama menjadi pemimpin.

Sadar apa tidak bila untuk menjadi pemimpin hari ini syarat utamanya adalah memiliki banyak uang. Sepandai apapun calon pemimpin bila tidak didukung dengan dana yang memadai hampir pasti ia akan gagal terpilih. Inilah ironi pemimpin masa depan kita.

Bila proses menjadi pemimpin harus selalu mengeluarkan uang besar, akibatnya sangat buruk. Mereka yang terpilih dipastikan motivasi utamanya adalah mengembalikan modal besar yang telah dikeluarkannya. Janji-janji yang disampaikan sebelum terpilih hanya formalitas belaka. Bahkan sumpah jabatan yang diucapkan di bawah kitab suci hanya sedalam tenggorokan belaka, jauh dari hati nuraninya.

 

Jumat, 23 September 2022

Manusia Setengah "Malaikat"

 



Lagi-lagi, ada berita mengejutkan. KPK menetapkan oknum Hakim Agung pada Mahkamah Agung (MA), sebagai tersangka terkait suap pengurusan perkara di MA. Hakim tersebut menjadi tersangka usai KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT). Ketua KPK menyebut kegiatan OTT itu bemula dari adanya laporan masyarakat. Dalam pengaduan itu disebutkan bahwa adanya informasi penyerahan sejumlah uang kepada hakim atau perwakilannya terkait penanganan perkara di MA.

Sebenarnya tidak sekali ini saja kita mendapat khabar tentang penegak hukum yang tertangkap tangan. Di negeri ini sudah berulang-kali aparat penegak hukumnya justru melanggar hukum. Tanggapan masyarakat juga bermacam-macam dengan peristiwa ini. Ada yang mengatan, wajar saja mereka juga manusia biasa yang masih silau dengan barang mewah, uang banyak atau fasilitas istimewa.

Sementara bagi kita yang masih punya harapan tegaknya hukum, berita ini semakin mengecilkan impian kita akan terwujudnya keadilan. Bagaimana kita bisa mencari keadilan, sementara mereka yang memiliki wewenang dan kuasa curang dan tidak amanah. Mereka menjualbelikan keadilan demi menumpuk kekayaan pribadi.

Memang tidak semua penegak hukum bisa dibeli. Tapi berapa banyak yang tersisa. Bila seorang hakim yang digelari sebagai “Hakim Agung” ternyata masih bisa disuap, lalu bagaimana yang lain. Di mana letak sakralnya kata Agung bila perbuatannya benar-benar tercela. Sungguh, itu peristiwa yang meruntuhkan harapan para pencari keadilan.

Seharusnya hakim yang menegakkan hukum tidak lagi bisa dibeli dengan materi. Mereka adalah orang-orang yang sudah selesai dengan dirinya sendiri. Mereka harus menjadi manusia “setengah” malaikat yang martabatnya tinggi. Tidak tergiur lagi dengan segala glamor duniawi. Yang menjadi masalah, ke mana bisa menemukan orang-orang yang seperti itu….?

Kamis, 22 September 2022

NASIB BUKU

 


 

Terpuruknya minat membaca dan nasib buku Tanah Air diakui pengamat pendidikan. Menurut mereka, baik buku kertas maupun digital sama-sama sepi pembacanya. Katanya, nasib buku itu dari dulu sampai sekarang apes. Dalam arti, buku baik di masa pandemi ataupun tidak, tidak dibaca. Buku-buku sudah tidak dilirik banyak orang, hanya sedikit yang minat membaca buku.

Memang kini buku sudah banyak yang sudah beralih ke digital, namun tetap saja sepi pembaca. Buku-buku yang sudah berevolusi menjadi e-book, tidak banyak juga yang membaca, paling kebanyakan hanya mengunduh dan menyimpannya. Tidak tahu, apakah nanti sempat membaca atau hanya menjadi koleksi semata.

Menumbuhkan budaya literasi di lingkungan pendidikan juga semakin sulit dirasa. Coba saja buat pertanyaan sederhana kepada anak-anak didik kita. Apa yang akan dipilihnya bila kita sodorkan dua benda, buku dan ponsel. Pasti mereka akan lebih memilih ponsel, dan itu memang sebuah keniscayaan.

Nasib buku ke depan sepertinya memang kian gelap. Level berliterasi kita memang masih relatif rendah. Tentu tolok ukurnya adalah negara lain. Tidak perlu kita membandingkan dengan Amerika, Jepang, Korea Selatan atau negara-negara eropa. Dibandingkan dengan negara tetangga kita Singapura dan Malasyia kita sudah tertinggal jauh.

Dalam rentang sepuluh atau dua puluh tahun yang akan datang bisa jadi buku akan menjadi barang yang langka dan sedang menuju kepunahan. Memang ini terkesan skeptis, tapi gejalanya sudah sangat terang saat ini. Lihat saja sudah berapa banyak toko buku yang menutup gerainya. Hitung saja masih berapa yang tersisa di kota Anda. Dan hanya sedikit orang yang bersedih dengan nasib buku hari ini.

 


Rabu, 21 September 2022

JANGAN SOMBONG



Mengapa Iblis dikeluarkan dari surga oleh Allah. Karena dia sombong. Merasa dirinya lebih baik dari Adam. Iblis diciptakan dari api sedangkan Adam dicipta dari tanah. Karena asal mula inilah Iblis merasa dirinya lebih mulia dari Adam sehingga menolak bersujud kepada Adam.

Dosa tertua makhluk di semesta alam ini karena kesombongan, bukan dosa maksiat yang lainnya. Maknanya sombong itu lebih berbahaya dari dosa-dosa besar yang lainnya. Barang siapa dalam hatinya ada kesobongan, maka dia tidak bisa masuk ke surga. Jangankan hendak masuk, yang sudah ada di dalamnya (Iblis) saja bisa keluar karena sombong.

Sombong adalah penyakit yang bisa menjangkiti siapapun. Tidak terbatas hanya orang awam saja, mereka yang memiliki ilmu tinggi juga bisa terjerumus dalam kesombongan. Dan yang sering terjadi, orang sombong tidak merasa bila dirinya sombong. Sakit tapi tidak sadar bila dirinya sedang sakit.

Lalu mengapa mannusia bisa sombong. Karena bangga dengan ilmunya, hartanya atau kedudukan tinggi yang didapatkan. Semua status yang melekat dalam diri seseorang sebenarnya hanya sementara saja. Dikatakan kaya karena memiliki harta, padahal itu tidak abadi. Hari ini kaya besok bisa menjadi miskin tiada berharta.

Ada yang sombong karena merasa berilmu tinggi, aneh juga. Seberapa tinggi ilmunya sehingga merasa menjadi hebat. Iblis juga makhluk yang tinggi ilmunya. Bahkan dia tadinya dekat dengan Allah. Lalu bagaimana nasib manusia sombong yang mungkin ilmunya masih kalah tinggi dengan Iblis. Bisa jadi akan sama sengsaranya.

 

 

Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...