Sebaik-baik perkara adalah yang
pertengahan, begitu sabda Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam. At-Tawaazun
atau al-Mizan
adalah prinsip keseimbangan ajaran Islam. Dalam beberapa aspek kehidupan
sehari-hari kita tidak boleh berlebih-lebihan. Karena Allah tidak menyukai orang-orang
yang melampaui batas
Makan dan minum tidak boleh
dilakukan secara berlebih-lebihan. Berlebih-lebihan dalam kuantitas porsinya
sehingga kekenyangan. Atau belebih-lebihan dalam hal kualitasnya. Harus
seimbang sesuai kebutuhan tubuh. Makan daging sapi, kambing, ayam, seafood atau
makanan mahal yang lain bila dilakukan setiap hari ternyata justru tidak baik
untuk kesehatan. Menurut dunia medis justru jenis-jenis makanan yang mahal tadi
yang menimbulkan banyak masalah kesehatan.
Dalam bersikap dan
bertindak kita juga harus memilih jalan tengah. Sebagai pendidik bila bersikap terlalu
keras, tentu tidak akan disukai oleh murid-muridnya. Namun bila kita terlalu
lunak, tidak tegas tentu kurang dihargai oleh anak didik kita. Sikap yang tepat
adalah tengah-tengah. Tidak terlalu keras namun juga harus tegas bila
diperlukan. Tidak kaku namun juga tidak terlalu santai, banyak “guyon” sehingga
kehilangan kewibawaan sebagai seorang guru. Tentu bukan berarti seorang guru
dilarang bercanda dengan muridnya, namun ada porsi yang harus disesuaikan.
Membelanjakan harta juga
demikian, terlalu perhitungan, menekan sekecil mungkin pengeluaran karena
keinginan menumpuk-numpuk harta itu namanya bakhil. Sebaliknya terlalu
menghamburkan harta untuk sekedar kesenangan semata itu adalah boros. Jalan
tengahnya adalah hemat dan dermawan. Hemat maknanya memilih dengan saksama
kemana harta akan dibelanjakan. Orang hemat akan berpikir cermat dan hati-hati
dalam mengeluarkan hartanya tidak asal mebelanjakan hartanya. Dermawan bukan
bagian dari menghamburkan harta, karena harta yang dikeluarkan untuk berderma sesuai dengan
kebutuhan dan sangat bermanfaat bagi pihak lain yang diberi.
Rendah diri itu tidak baik,
namun rendah hati itu mulia. Terlalu yakin dengan kemampuan sendiri dan
menganggap diri sudah cukup ilmu akan cenderung menjadikan sombong. Namun
sebaliknya merasa tidak memiliki potensi kemampuan dalam dirinya
maka dia akan jatuh ke rendah diri (minder). Sikap yang ideal adalah percaya
diri, optimis. Berpikir positif dengan situasi yang dihadapi dan punya
keyakinan terhadap potensi dirinya sendiri. Memiliki keinginan selalu belajar
dan menyadari masih banyak hal yang harus dia pahami. Inilah letak perbedaan sombong
dengan percaya diri. Kesombongan menganggap rendah orang lain, sementara
percaya diri membuka ruang untuk menerima perbaikan.
Dalam ibadah pun tidak
dianjurkan berlebih-lebihan, salat malam Tahajjud dilakukan setelah
beristirahat, tidur terlebih dahulu. Bukan suatu kemuliaan ibadah memaksakan
diri salat semalam suntuk tanpa memberi tubuh hak untuk istirahat. Namun juga selayaknya janganlah malam berlalu tanpa sholat malam meskipun hanya dua rakaat. Dalam ibadah
salat berjemaah seorang imam hendaknya tidak memanjangkan salatnya, tidak
memilih surat yang panjang-panjang. Namun juga tidak mengerjakan salat terlalu
cepat, sehingga hilang tuma’ninahnya dan tidak merasakan kekhusyu’an ibadah. Wallahu
a’lam