Senin, 22 Juni 2020

UJIAN KEHIDUPAN

Di dalam kehidupan ini sudah pasti kita akan mengalami banyak ujian yang harus dihadapi. Tidak ada satu pun orang beriman terlepas dari ujian keimanannya. Memang akan berbeda-beda bentuk ujian yang diberikan Allah subhanahu wa ta’ala pada hamba-Nya. Ujian terberat adalah ujian yang diberikan kepada para Nabi, sahabat, tabi’in, tabiut tabi’in dan terus sampai umat manusia yang terakhir. Disebutkan dalam Al-Qur’an surat Al-Baqoroh ayat 214:

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, Padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, Sesungguhnya pertolongan Allah itu Amat dekat.

Ketika para Rasul menjalankan tugas dakwahnya, niscaya akan banyak ujian dan tantangan yang harus dihadapinya. Tak satu pun Rasul yang jalan dakwahnya mulus tanpa hambatan dan beratnya cobaan yang menghalanginya. Jalan dakwah bukan jalan indah penuh bunga warna-warni, akan tetapi jalan terjal yang penuh onak duri. Mereka mendapat ujian dan tantangan yang berat dalam misi dakwahnya. Bahkan kadang ujian datang dari orang-orang lingkar terdekat para Rasul;

 

Nabi Nuh ujiannya adalah anak dan istrinya,

Nabi Ibrahim ujiannya adalah ayahnya,

Nabi Yusuf ujiannya adalah saudara-saudaranya,

Nabi Musa dan Isa ujiannya adalah umatnya Bani Israel,

Nabi Muhammad ujiannya adalah pamannya,

 

Lantas kita sebagai umat akhir zaman, bagaimana sikap kita ketika menerima dan menghadapi ujian kehidupan...? Allah sudah memberi jawaban untuk menghadapi semua itu:

“Hai orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan salat sebagai penolongmu, Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar” (Al-Baqoroh 153).


Ibarat anak sekolah ketika hendak menghadapi ujian, sebenarnya oleh gurunya sudah diberi tahu kisi-kisi soal dan pembahasan materinya. Kira-kira bagaimana hasilnya? Tentu bagi murid yang taat belajar serta mengikuti bimbingan dan petunjuk gurunya akan lulus dengan nilai yang baik.

Mungkin seperti itulah tamsil dalam kehidupan, kita diuji dengan berbagai kesulitan hidup yang menghimpit kita, baik itu masalah keluarga, kebutuhan hidup, suami, istri, anak, penyakit atau masalah lainnya. Namun Allah telah memberikan konsep menghadapi ujian-Nya. Bukankah seharusnya kita akan lulus dari semua cobaan yang ditimpakan. Karena Allah subhanahu wa ta’ala telah menunjukkan kunci jawaban dari  semua persoalan yang diberikan-Nya, yakni senantiasa sabar dan mendirikan salat sebagai tumpuhan meminta pertolongan-Nya.

Namun kita adalah makhluk lemah yang sering mengeluh, sedikit bersyukur dan selalu melihat orang lain seakan lebih beruntung dari kita. Ketika hujan kita sering mengeluh, mengapa hujan terus-menerus kapan berhenti. Begitu panas datang kita akan mengeluh lagi, kenapa panas berkepanjangan kapan turun hujan?

Sebuah ilustrasi kehidupan, seorang pengusaha sukses yang sangat dikenal masyarakat. Bisnisnya banyak dan perusahaannya ada di mana-mana. Entah berapa jumlah karyawannya, karena dia sendiri juga tidak tahu persisnya. Anaknya ada empat dan semua sudah menjadi orang sukses. Anak pertama dosen di sebuah universitas ternama dengan posisi jabatan yang tinggi di kampusnya. Anak kedua seorang dokter spesialis yang memiliki klinik terkenal. Anak ketiga seorang pengusaha yang memiliki usaha tambang nikel di Malasyia. Yang terakhir si bungsu adalah penerus semua usahanya, tinggal melanjutkan kesuksesan yang sudah dirintis puluhan tahun lamanya. Dalam pandangan banyak orang pengusaha tadi adalah orang yang sangat bahagia, tidak ada lagi cela dalam hidupnya, semua sudah sempurna tak ada yang kurang lagi.

Namun ternyata di masa tuanya dia hidup dalam penyesalan panjang. Masa mudanya telah dihabiskan untuk bekerja keras mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya demi mencapai kebahagiaan hidup. Ketika semua sudah terkumpul ternyata tidak ada kebahagiaan yang dia rasakan. Ketika tubuh tuanya sudah mulai digerogoti berbagai macam penyakit, anak-anaknya tidak ada yang sudi menemani, semua disibukkan dengan urusan sendiri-sendiri. Bahkan di momen hari raya Idulfitri yang dinanti, hanya satu anaknya yang bisa mengunjunginya. Pendidikan kerja keras yang dia tanamkan ke anak-anaknya ketika masih kecil telah berhasil mengantarkan keempat anaknya menjadi orang mapan dalam bidang ekonomi namun jauh dari ketaatan beragama.


Dalam kesepian hidup masa tua, pengusaha tadi sering melihat tetangganya yang hidup sederhana. Ada hal yang membuat ia sangat iri dengan tetangganya tadi. Walaupun menjalani hidup serba pas-pasan namun memiliki anak yang sholeh dan sholihah. Anak-anak yang taat menjalankan ajaran agama. Sangat lembut tutur kata dan perilaku semua anaknya ketika berbicara kepada orang tua, begitu patuh terhadap kedua orang tuanya. Dalam hati pengusaha tadi mengkhayal, seandainya kehidupan yang dia jalani bisa ditukar dengan kehidupan tetangganya yang sederhana tadi alangkah bahagianya….

Begitulah potret kehidupan, kita sering menilai orang lain lebih bahagia dari kita, lebih sempurna hidupnya. Dalam masalah dunia kita sering melihat orang yang lebih dari kiita. Namun pada hakikatnya bukankah semua memiliki sisi kelebihan dan kekurangan masing-masing. Allah subhanahu wa ta’ala melebihkan dalam hal tertentu pada seorang hamba, namun bidang lain menjadi titik kekurangannya. Memang selayaknya menumbuhkan keyakinan dan kesadaran hati, bahwa apa yang dikaruniakan kepada kita bisa jadi lebih baik dari yang kita minta. Semua sudah berjalan sesuai ketentuan dan keadilan-Nya. Ketika ujian mendera menghantam dalam kehidupan, kita yakin semua sudah sesuai kadarnya. Dan sebagai hamba yang sudah berikrar iman kepada-Nya, pastilah akan mendapat ujian hidup.

 

 

Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...