Kamis, 12 Mei 2022

SYAWAL, UJIAN ISTIKAMAH

 



Saat ini kita tengah berada di malam Jum’at kedua, tanggal 12 Syawal tahun 1443 Hijriyah. Belum lama bulan suci Ramadhan meninggalkan kita, tanpa adanya kepastian apakah di tahun-tahun mendatang kita masih bisa berjumpa lagi, menggapai keutamaan-keutamaannya, memenuhi nuansa ibadah yang dibawanya, dan mengisi siang dan malam harinya dengan amalan yang diridhai Allah.

Bulan Syawal menjadi ukuran sampai di mana kita bisa istiqomah, bukankah ketika Ramadhan kita ringan melaksanakan qiyamul lail sholat tarawih, tilawah kita yang setiap hari, bangun tengah malam untuk tahajjud dan makan sahur, bersedekah memberi makan orang yang puasa, dan sudah seharusnya amalan-amalan baik tersebut membekas dan bahkan bisa tetap bertahan pasca Ramadhan.

Bulan Syawal seharusnya menjadi momentum untuk meningkatkan amal ibadah kita, atau setidaknya mempertahankan ibadah amalan-amalan di bulan suci Ramadhan. Walau dalam kenyataan Syawal lebih sering menjadi bulan penurunan ibadah kita, juga penurunan kualitas diri. Di antara tandanya yang sangat jelas adalah perayaan idulfitri seakan-akan menjadi hari kebebasan setelah selama sebulan penuh menahan diri.

Pertanda itu sesungguhnya juga menunjukkan kepada kita, bahwa puasa yang demikian mungkin belum sukses mengantarkan seseorang meraih derajat taqwa, atau mendekatinya. Keadaan yang demikian itu menjadi indikator yang mudah diketahui oleh siapa saja yang mau memperhatikan dengan seksama.

Kadar ketaqwan seseorang memang tidak bisa dilihat dengan mata lahiriah. Hakikat tinggi rendahnya, kuat lemahnya ketaqwaan seorang hamba hanyalah Allah yang mengetahuinya. Namun setidaknya ada tanda-tanda yang bisa dibaca dan menunjukkannya. Dalam suarat ali Imran 134-135 Allah berfirman; 

“Yaitu orang-orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan.(134) Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau mendzalimi diri sendiri, ia segera mengingat Allah, lalu memohon ampunan atas dosa-dosanya, dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa-dosanya selain Allah? Mereka pun tidak meneruskan perbuatan dosa itu, sedang mereka mengetahui.(135)

Tanda orang bertaqwa sesuai dengan ayat di atas yang pertama adalah mereka yang berinfaq atau membelanjakan hartanya di jalan dalam keadaan lapang maupun sempit, dalam keadaan banyak harta maupun dalam kondisi yang kekurangan. Mereka ringan menyedekahkan hartanya, karena mereka yakin bahwa harta yang dimiliki hanyalah amanah dan bukan milik sepenuhnya.

Tanda orang taqwa kedua yakni mampu menahan amarah dan mudah memaafkan kesalahan orang lain. Orang bertaqwa memiliki emosi yang stabil dan tidak gampang menurutkan nafsu kemarahan. Dia akan berpikir berulang kali sebelum bertindak. Tidak membalas keburukan orang dengan keburukan yang serupa, bahkan sering membalas keburukan dengan kebaikan.

Adapun tanda taqwa ketiga, bila mereka berbuat kesalahan dan dosa mereka cepat mengingat Allah dan buru-buru bertaubat. Segera berhenti dari perbuatan dosa dan menukar dengan amal yang baik sebagai pengganti kesalahan yang telah dikerjakannya. Orang bertaqwa bukan berarti mereka suci dari dosa, tapi mereka tidak terlena dan terus-menerus melakukan perbuatan yang terlarang.

Marilah kita meneliti dan menakar diri sendiri, apakah tanda-tanda taqwa tersebut ada dalam diri kita. Bila memang ada bersyukurlah kepada Allah karena itu adalah karunia yang agung. Dan bila belum lengkap tandanya hendaknya kita senantiasa belajar dan memperbaiki ibadah-ibadah yang kita amalkan.

Memang tidak banyak amal khusus di bulan Syawal dibandingkan dengan Ramadhan. Akan tetapi, Allah telah memberikan kesempatan berupa satu amal khusus di bulan ini berupa puasa Syawal. Ini juga bisa dimaknai sebagai jalan untuk meningkatkan ibadah dan kualitas diri kita di bulan Syawal ini. Dan keistimewaan puasa sunnah ini adalah, kita akan diganjar dengan pahala satu tahun jika kita mengerjakan puasa enam hari di bulan ini setelah sebulan penuh kita berpuasa Ramadhan. Dan masih ada kesempatan untuk melaksanakan puasa sunah ini, karena puasa Syawal tidak harus dikerjakan pada awal bulan saja.

Jikalau Bulan Ramadhan kita anggap sebagai bulan menempa diri menjadi hamba yang bertaqwa, tentunya kita semua berharap lulus dan mendapat predikat “Muttaqin”. Jangan sampai puasa Ramadhan hanya sekedar menjadi rutinitas yang yang setiap tahun kita jalani. Semoga Allah menerima semua amalan ibadah kita selama Ramadhan tahun ini, dan Allah selalu membimbing kita untuk tetap istiqomah di jalan-Nya.

Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...