Selasa, 29 September 2020

SERATUS LANGKAH


SERATUS LANGKAH

Bila diibaratkan dengan langkah-langkah kaki, aktivitas nge-blog saat ini sudah langkah yang ke-100. Seratus judul dalam 146 hari. Beberapa teman di grup “Maarif Menulis” sudah terlebih dahulu sampai di angka ke-100. Kenapa tidak dari dulu memulai menulis? Rasanya tidak perlu menyesali mengapa baru sekarang mulai belajar menulis. Kalaupun dikatakan agak terlambat memulai belajar, setidaknya sampai hari ini masih tetap terus berjalan, biar pelan namun tidak surut ke belakang lagi.

Hari demi hari senantiasa berusaha menulis. Dan, banyak hal yang telah dirasa. Pengalaman belajar menulis dan nge-blog dinamikanya selalu saya nikmati. Ada masanya banyak anggota di grup aktif menulis, saya sangat senang dan menikmatinya. Dan itu menambah motivasi untuk terus menulis. Namun juga ada waktunya semangat menulis menurun, tinggal sedikit anggota grup yang aktif, saya juga masih menikmatinya. Yang penting tetap saja berusaha menulis. Bahkan ketika tulisan yang dipublikasikan di blog semakin sepi pembaca, kadang cuma dua, lima, atau sering kurang dari sepuluh pembaca pun tidak masalah. Saya tidak pernah menganggap semua itu sia-sia, dan saya tetap senang menulis, karena menulis bagi saya tidak ada ruginya.

Semua butuh waktu untuk berproses. Semangat tetap tak boleh pudar meski dalam belajar menulis sampai saat ini banyak mengalami tantangan. Karena setiap tantangan sebenarnya akan semakin meneguhkan tekad dan menguatkan langkah.Terkadang teori menulis harus berhadapan dengan realitas yang beda. Menulis itu idenya tidak terbatas, namun pada kenyataannya saya sendiri sering juga menghadapi kesulitan mencari ide. Sudah sering buka buku, membaca, kemudian mencoba melanjutkan mengetik, dan harus berhenti lagi. Nyatanya masih sulit juga menyelesaikan sebuah konsep. Untuk satu judul terkadang harus sampai beberapa kali mondar-mandir ke depan laptop. Harus berlama-lama kontak dengan laptop dan baru berhenti ketika sudah tengah malam. Tapi saya tetap yakin bukan teori menulis yang salah, namun memang ada masanya gagasan sulit berkembang.

 ............................

Mumpung masih ada kesempatan buat kita

Mengumpulkan bekal perjalanan abadi

Kita mesti besyukur bahwa kita masih diberi waktu

Entah sampai kapan tak ada yang bakal dapat menghitung

...........................

Itu adalah sebuah penggalan syair lagu “Masih Ada Waktu” dari Ebit G Ade, yang sedang saya dengarkan sembari mengetik naskah ini. Rupanya ada kesesuaian dengan apa yang saya tulis. Mungkin inilah esensi dari ikhtiar terus menulis. Memanfaatkan waktu yang diberikan pada kita untuk mengisinya dengan kegiatan yang berguna. Kiranya ketika niat sudah benar, tinggal mengukuhkan keyakinan dan tetap terus melangkah sampai masa dimana semua harus berhenti.  

 

Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...