Minggu, 03 Juli 2022

Tekad Mondok Adinda



Adinda Afrah Hafiah Hulli. Lahir dan tumbuhkembang di Biak Papua. Meski ayah dan ibu asli Jawa, tapi dia tidak bisa berbahasa Jawa. Wajar, sejak kecil di rumah ia berkomunikasi menggunakan Bahasa Indonesia. Berbeda dengan kedua kakaknya, saya tidak sempat "momong" Adinda karena ia lahir setelah saya meninggalkan tanah Papua.

Hari ini, Ahad 3 Juli 2022 menjadi hari bersejarah bagi keponakanku itu. Ia memulai pendidikan barunya di pondok pesantren. Pondok pesantren Darul Hikmah Tulungagung menjadi pilihannya, setelah sebelumnya sempat berencana mondok di Kediri.

Pilihan untuk mondok sebenarnya cukup mengejutkan orang tuanya. Tidak menyangka karakternya yang "ngalem" ternyata memiliki tekad yang besar juga. Nyantri di pesantren membutuhkan kesiapan mental. Bagaimana tidak, tinggal di pondok pesantren jelas berbeda dengan tinggal bersama kedua orang tua di rumah. Banyak kenyamanan yang bisa dinikmati di tengah keluarga, harus ditinggalkan demi menggapai cita-cita mulia meraih ilmu.

Pada awal berangkat menuju pondok, sempat bimbang juga. Bahkan sempat dia menyeletuk untuk tidak jadi mondok. Tapi begitu sampai di pesantren semua berubah. Tidak tampak aura sedih atau khawatir, justru wajahnya sering terlihat tersenyum. Hal yang membuat ibunya menjadi lega. Selamat mondok Adinda. Kamu akan menjalani kehidupan baru yang penuh tantangan. Jangan khawatir dan jangan bersedih jauh dari saudara dan kedua orang tua. Karena sebenarnya mereka selalu dekat dan mendoakan kesuksesanmu.

 

Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...