Kamis, 14 Mei 2020

TANTANGAN DAN PELUANG DUNIA PENDIDIKAN DI ERA DIGITAL



Update pandemi Virus Corona (Covid-19), Senin, 18 Mei 2020: 4.798.134 (4,8 juta) orang terinfeksi, 316.507 meninggal dunia, 1.855.076 sembuh dan telah menyebar ke 213 negara, (data KOMPAS). Tulisan ini saya mulai dari bukti nyata bahwa kita telah berada di era globalisasi, era di mana dunia sudah tanpa sekat, era informasi dapat diakses oleh siapapun dengan cepat. Sekitar 1400 tahun yang lalu, Sahabat Nabi Muhammad SAW, Ali bin Abi Tholib berkata; Didiklah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup bukan di zamanmu (zaman yang beda denganmu), dan nyatalah apa yg dikatakannya, dunia begitu cepat mengalami perubahan, orang bilang sekarang zaman digital, revolusi 4.0. Seperti sebuah ungkapan, jaman tidak bisa dilawan, begitulah realitasnya, semua ada masanya, siap tidak siap yang kita hadapi sekarang adalah zaman atau era digital.

Bagi kita yang lahir sekitar tahun 1970 atau sampai 80-an, akan merasakan perbedaan yg signifikan dalam banyak hal, khususnya di bidang pendidikan, baik itu metode belajar, media atau sarana belajar ataupun sumber belajar. Sedikit melihat kembali gambaran dunia pendidikan tahun 90-an, anak-anak bersekolah telanjang kaki, bersepatu hanya pada hari Senin karena ada upacara bendera, seragam lusuh  yg turun temurun, dan buku pelajaran pun bisa diwariskan ke adik. Memang terlalu jauh membandingkan masa sekarang (tahun 2020) dengan tahun 90-an, tetapi setidaknya itu adalah masa yang nyata saya alami, sehingga tahu betul situasi 'kebatinan' yg saya rasakan pada waktu itu. 

Tantangan hidup di era digital tentu akan lebih berat dan lebih kompetitif, demikian pula di dunia pendidikan. Kemajuan teknologi telah menjadikan orang begitu mudah mengakses informasi, berita begitu cepat menyebar ke seluruh penjuru dunia dan akan mustahil membendungnya. Dunia pendidikan sebenarnya tidak gagap dengan perubahan zaman, kurikulum tahun 2013 (K-13) adalah salah satu buktinya. Para pengambil kebijakan tentu sudah memandang jauh ke depan, apa tantangan yang akan di hadapi dalam dunia pendidikan. Ada peluang dan tantangan dunia pendidikan di era digital sekarang, segala faktor pendukung tercapainya tujuan pendidikan, kita kategorikan sebagai peluang, sebaliknya semua faktor penghambat kita kategorikan sebagai tantangan. Bagai pisau bermata dua, satu sisi kemajuan zaman, era digital membawa banyak kemudahan khususnya di dunia pendidikan, namun di sisi lain dunia pendidikan menghadapi tantangan yang luar biasa. Bisa kita katakan generasi remaja tahun 90-an relatif lebih kecil tantangan yg dihadapi dibanding generasi milenial generasi digital. 
 
Tantangan pendidikan di era digital,
Zaman digital telah membuka akses informasi seluas-luasnya, dunia benar-benar tanpa batas, apa yang terjadi di belahan bumi yang lain, dapat kita ketahui hanya dalam hitungan detik. Media cetak koran sedikit demi sedikit tergantikan oleh media berbasis internet. Budaya dan perilaku bangsa asing pun dengan cepat masuk ke negeri kita tanpa mampu kita mencegahnya, inilah tantangan nyata dalam dunia pendidikan, anak didik kita mencari model yang dia gemari, sosok guru bukan lagi seperti filosofi lama, Guru digugu dan ditiru, nilai kesopanan sudah tidak menjadi pedoman. Guru bukan menjadi sosok sentral lagi dalam dunia pendidikan, perannya sekedar memfasilitasi anak didiknya dalam belajar.
Pada tahun 90-an sudah banyak analis yang memberi prediksi, generasi didik kita akan terpengaruh dan  mengikuti budaya barat yang tak sesuai dengan kultur bangsa kita. Mungkin saat ini teori tersebut sudah terbukti, perilaku anak didik kita sudah terpengaruh westernisasi. Kita tidak bisa menyimpulkan bahwa semua yang datang dari barat itu jelek, namun yang jadi pembahasan di sini adalah sisi-sisi negatif budaya barat. Barat sebagai representasi negara maju, Amerika Serikat sebagai daftar teratas menjadi idola generasi muda, dunia mode, produk makanan, bahkan budaya pergaulan seakan menjadi pedoman dan contoh ideal. Sebagai bukti nyata, di kota-kota  produk makanan dan minuman mereka sudah menguasai pasar dan banyak digemari, kita tidak asing lagi mendengar MC Donald, Kentuky Fried Chicken, Hamburger, Coca-Cola Coke dan masih banyak lainnya. Di Negara asalnya produk-produk makanan dan minuman itu dikategorikan sebagai Junk Food, namun di negeri kita justru digemari, ironis. Bahkan ternyata bukan cuma barat, namun pengaruh dari timur juga menyerbu dengan derasnya ke generasi didik kita. K-Pop begitu digemari remaja Indonesia, aliran musik Korea Selatan yang sudah menginvasi kita mulai sekitar dasawarsa yang lalu,  bukan sekedar ‘menjual’ musik, namun sudah menjadi industri. K-Pop sudah menjadi sebuah sistem, mereka tidak menciptakan figur, namun industri musik yang sangat produktif yang didukung dengan berbagai aspek sehingga mampu bertahan bertahun-tahun. Gaya hidup, perilaku glamor dan mode para ‘bintang’ menjadi racun yang merusak otak anak-anak didik kita, inilah mungkin yang dikatakan orang, tontonan sudah menjadi tuntunan. Apa semua itu ada pengaruh buruknya dengan dunia pendidikan kita? Jawaban singkatnya Iya. Sangatlah fatal apabila perilaku negatif tersebut ditiru, obsesi anak bukan lagi sesuatu yang mulia, namun kehidupan keduniawian yang penuh dengan kemewahan dan menjadi orang terkenal seperti para artis idolanya. Sikap dan perilaku anak didik kita yang sudah ‘tercemar’ dengan budaya asing yang bertentangan dengan budaya luhur bangsa kita akan nampak dalam perilaku anak didik kita. Hilang kepedulian terhadap sesama, cenderung egois, cara komunikasi yang kasar, atau perundungan terhadap teman sejawat. Inilah salah satu tantangan berat dalam dunia pendidikan era digital.
Dunia hiburan telah memberi pengaruh negatif bagi anak-anak didik kita, memang tidak bisa diingkari, semua membutuhkan hiburan, namun harus kita pahami, hiburan ada porsi yang dibutuhkan manusia. Apabila berlebih sudah pasti akan menyebabkan otak anak didik kita tidak produktif. Hiburan di era digital cenderung ‘merusak’ otak anak didik kita, hiburan tidak memiliki nilai edukasi. Kita ambil contoh, game on line, coba kita jujur dan obyektif, apa sisi manfaatnya? justru sudah banyak fakta, game on line yang intens dan menjadi kebiasaan menyebabkan banyak pengaruh buruk pada anak. Pada satu tahap anak akan nagih, akan gelisah bila tidak bisa main. Pada tahap ini mungkin sama dengan dampak NARKOBA dimana pecandunya akan sakau bila tidak memakainya. Ini adalah hiburan produk era digital, sedangakan permainan tradisional yang syarat dengan manfaat dan edukasi sudah mulai ditingalkan oleh anak didik kita. Anak sehari-hari akrab dengan ikon era digital, Hand Phone (HP) yang sudah berevolusi menjadi SMART PHONE. Bagaimanapun kita jelaskan dampak negatifnya bagi anak, namun dalam kenyataannya tidak banyak orang tua yang mampu membatasi penggunaan SMART PHONE pada anak.
Mungkin kita perlu jujur menyikapi fenomena zaman, kecil bukan berarti tidak ada, remaja 90'an juga sudah mengenal bioskop, hiburan malam, ataupun hal sejenis yg bisa merusak otak mereka, namun akses semua itu masih terbatas. Di era digital remaja milenial tidak harus ke bioskop untuk sekedar nonton film, akses internet telah memudahkan memilih film yg akan ditonton dirumah bersama teman mereka, Inilah sedikit bedanya dengan generasi 90'an, akses ke bioskop dan hiburan tidak terjangkau secara umum, sebagian besar generasi 90'an terutama di pedesaan masih asing dg hiburan yg demikian. Sandiwara radio masih menjadi primadona waktu itu, imajinasi generasi 90'an dibangun dari cerita fiksi heroik Aria Kamandanu, Aria Dwipangga si pendekar syair berdarah, atau kisah misteri Gunung Merapi, Sembara versus Mak Lampir.

Peluang pendidikan pada era global,
Akses informasi yang mudah sebenarnya adalah peluang yang harus kita ambil dalam dunia pendidikan, anak-anak kita bisa belajar dari sumber belajar yang tidak terbatas. Peran guru dalam hal ini sangat terbantu. Belajar di era digital saat ini biasa dilakukan dengan sistem on line, sehingga bimbingan belajar komersial sedikit demi sedikit sudah mulai tergantikan perannya oleh bimbingan belajar on line. Kemudahan belajar di era ini seakan-akan menjadikan anak pandai tanpa harus sekolah, belajar dari rumah bisa melalui media whatsapp, youtube, e-learning maupun aplikasi belajar yang lainnya. Guru bisa memberi tugas melaului e-mail dengan mudah dan praktis. Materi pelajaran yang di dapat dari bangku sekolah dikombinasikan dengan sumber belajar lain menjadikan anak didik lebih variatif dan modern dalam belajar. Tentunya belajar yang memanfaatkan aplikasi on line harus senantiasa dalam pengawasan orang tua dan guru.
Media belajar yang beragam menjadi salah satu peluang pendidikan di era global jauh lebih maju di bandingkan era konvensional dahulu. Di pelosok desa sekalipun bukan menjadi pemandangan yang aneh jika pembelajaran di kelas menggunakan media LCD Projector, anak sudah tidak asing dengan alat canggih yang satu ini. Faktor ini seharusnya sangat membantu siswa lebih efektif dalam belajar, karena akan lebih menarik minat. Siswa nyaman dan menikmati proses pembelajaran karena media ini menyenangkan dan tidak monoton.
Memperhatikan peluang dan tantangan dalam dunia pendidikan di era digital sekarang ini, sebagai konklusi tulisan ini adalah, zaman memang sudah berubah, kita tidak perlu menangisi perubahan zaman seperti cerita Orang Badui yang menagisi onta yang perannya sudah tergantikan oleh mobil. Sikap yang benar adalah mengikuti zaman dengan tetap berpegang pada nilai-nilai kebenaran. Di bidang pendidikan, metode pembelajaran harus kita sesuaikan dengan perubahan zaman, istilahnya up to date, namun tujuan pendidikan tetap mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia yang beriman dan bertaqwa pada tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
SEKIAN

Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...