Percaya atau tidak bila budaya literasi kita memang
benar-benar rendah?. Seorang pegiat literasi nasional dalam sebuah kesempatan
menyampaikan sebuah bukti bahwa kita memang sedang berada di zona yang kritis.
Katanya, di Jepang orang-orang biasa membaca saat berada di transportasi umum
kereta api. Sedangkan di Indonesia, anak-anak muda berpacaran ketika berada di
perpustakaan.
Kalau boleh jujur, sebenarnya kita hampir pesimis gerakan
literasi di negeri kita bisa sukses. Tidak harus sama dengan negara-negara yang
maju literasinya, untuk bisa membudayakan membaca rasanya bagai menegakkan
benang yang basah. Membaca buku saat ini sudah tidak “populer” di kalangan
dunia pendidikan. Apalagi di kalangan masyarakat umum.
Tetapi, gerakan memajukan literasi tidak boleh berhenti di
tengah jalan. Semua hanya proses, biarkan semua berjalan dan tugas kita hanya
mendorong tanpa pernah putus asa. Akan ada momentumnya entah kapan itu akan
terjadi, budaya literasi di negeri tercinta kita akan meningkat dan bergairah
kembali.
Biar samar-samar yang penting tetap bergerak dan maju.
Selangkah pun tidak apa asal jangan berhenti lebih-lebih mundur lagi. Setiap
gerakan akan membawa perubahan. Yang kecil jangan pernah dipandang sebelah
mata, karena bila serpihan-serpihan dan potongan itu menyatu akan menjadi entitas
yang besar dan memiliki energi luar biasa.
Masih beruntung kita yang masih menyadari dan berusaha
untuk terus berbuat. Tidak hanya meratapi nasib sementara tidak mampu bertindak
apa-apa. Optimis saja, akan tumbuh tanaman baru dari sekian banyak biji yang
disemai dan disiram. Begitu pula buah dari ketekunan di dunia literasi.