Jumat, 25 September 2020

SAWANG-SINAWANG


Sudah menjadi kehendak Allah, kita diciptakan dalam banyak perbedaan. Dari segi fisik, manusia sangat  beragam ras dan sukunya. Dari segi kehidupan sosial ekonomi pun beragam kemampuan dan tingkatannya. Dengan perbedaan tersebutlah semua roda kehidupan dapat berputar. Antara orang yang kaya dan orang miskin saling membutuhkan. Orang kaya memiliki kewajiban membantu prang miskin, sementara orang miskin punya kewajiban berusaha memenuhi kebutuhannya sehingga tidak bergantung kepada orang kaya. Begitu juga antara penguasa dan rakyat jelata, apalah artinya penguasa tanpa adanya rakyat yang mendukung. Sebaliknya rakyat tanpa pemimpin juga akan cerai-berai. Demikian pula orang yang alim dengan orang yang kurang mengerti. Orang alim punya kewajiban mengajar orang yang belum mengerti, bagi orang yang belum mengerti diwajibkan mencari ilmu. Semua akan memiliki kewajiban sesuai kadarnya.

Apa yang dianugerahkan kepada kita adalah yang terbaik, itulah pilihan yang paling tepat bagi kita.. Meskipun tak jarang kita tidak menyukai karena belum bisa memahami apa yang diberikan-Nya.

 

“boleh Jadi kamu membenci sesuatu, Padahal ia Amat baik bagimu, dan boleh Jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, Padahal ia Amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”. (Al-Baqarah 216)

Sebuah ilustrasi, seorang petani sering melihat orang yang kerja di kantoran itu enak, tidak kepanasan karena dalam ruangan ber-AC, pekerjaannya ringan dan gajinya lumayan besar. Sementara orang yang kerja di kantoran pun terkadang berpikir, petani itu enak, hidupnya tenang, tidak ditekan dengan berbagai tuntutan kerja dari atasan, ya karena petani bekerja mandiri. Sering pandangan kita bias bila melihat kehidupan orang lain. Orang miskin melihat orang kaya pasti banyak yang berpikir bahwa jadi orang kaya itu enak, nyaman dan bahagia hidupnya. Ingin apa saja serba kesampaian, rumah besar, mobil mewah hidup dihormati banyak orang. Tapi mengapa ia lupa bahwa semakin kaya seseorang, maka kewajiban yang dibebankan padanya semakin besar. Belum lagi ketika nanti di hari kiamat, dia akan lama menghadapi hisab hartanya.

Sebuah filosofi Jawa yang sarat akan makna,“sejatine urip kuwi mung sawang sinawang, mula aja mung nyawang sing kesawang”. Pepatah kehidupan yang bermaksud mengingatkan bahwa sesungguhnya dalam kehidupan ini hanya tentang melihat dan dilihat maka jangan hanya melihat apa yang terlihat oleh mata saja. Pandangan mata itu sering menipu. Sering sekali apa yang kita lihat nikmat belum tentu sebenarnya demikian, apa yang kita lihat hanyalah ‘tampak’ bukan kenyataan yang dirasa atau yang terjadi. Bisa saja ketika kita mengalaminya sendiri kita tidak benar-benar merasakan kenikmatan tersebut.

Kebahagiaan itu untuk semua orang, sifatnya universal. Kebahagiaan letaknya dalam hati bukan sesuatu yang pasti dapat terukur dengan materi. Orang miskin pun bisa bahagia, sebaliknya orang kaya pun bisa sedih. Rasa cukup dalam menjalani kehidupan dan selalu bersyukur adalah kunci kebahagiaan. Memang seperti hal yang normatif, namun memang itu hakikat dalam mencapai kebahagiaan yang hakiki.

 

Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...