Rabu, 06 Juli 2022

Menyembunyikan Luka

 



Ketika mendapat ujian atau musibah, orang akan bereaksi dengan cara yang berbeda-beda. Ada yang kemana-mana berkeluh kesah dan menceritakan masalah yang dihadapinya. Banyak juga yang menumpahkan bebannya lewat media sosial. Dan ada pula yang diam dan menyembunyikan segala persoalannya. Diam bukan berarti tidak berbuat apa-apa, tapi dia mencurahkan segala kerumitan hidupnya pada Allah saja.

Tidak keliru bila berbagi cerita luka dengan orang yang dipercaya, karena banyak yang berkata itu bisa melegakan jiwa. Tapi tidak seharusnya kita menceritakan masalah kita kepada sembarang orang. Karena tidak sedikit orang yang justru senang melihat saudaranya tertimpa musibah. Keluh kesah kita tidak mendapat empati justru mendapat cibiran karena di hati mereka ada kedengkian.

Menyembunyikan luka hati memang tidak mudah. Kita adalah makhluk sosial yang cenderung membutuhkan perhatian dan bantuan orang lain. Rasanya beban yang diderita semakin berat bila dipanggul sendiri. Tapi, apakah ketika seseorang berbagi cerita sedih orang lain akan bersedia menanggung kesedihan kita?. Tentu tidak. Mencari teman yang diajak tersenyum itu mudah, tetapi mencari teman untuk diajak menangis itu sulit.

Mungkin dalam pandangan manusia kita adalah orang yang bahagia. Biarkan saja mereka berpikir kita orang yang tidak memiliki permasalahan dan penderitaan. Karena tidak penting juga banyak yang mengetahui kesulitan hidup yang kita hadapi.

Bila mungkin, biarkan Allah saja yang tahu luka hati kita. Dia yang menguji, Dia juga yang akan memberi jalan. Ketika kita sakit Dia yang menyembuhkan semua derita. Kiranya cukup berkeluh kesah dan munajat dalam keheningan malam tanpa harus ada orang lain yang menyaksikan.

 

Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...