Senin, 29 Juni 2020

WASWAS

Dalam situasi sekarang yang masih  darurat pandemi semua orang dituntut untuk selalu berhati-hati dalam segala aktivitas. Bila bekerja di luar rumah menghindari kerumunan massa, memakai masker ataupun mengikuti prosedur kesehatan yang lain. Namun dalam realitasnya sekarang yang terjadi adalah banyak orang menjadi waswas bukan hati-hati. Memang beda tipis antara waswas dengan hati-hati. Seperti beda tipis antara sombong dan percaya diri atau boros dengan dermawan. Orang yang waswas akan selalu curiga, tidak tenang dan akan selalu berpikir negatif.

Waswas dalam Al-Qur’an Surat An-Nas hakikatnya adalah bisikan setan di hati manusia agar timbul kegelisahan. Tujuan utamanya tentu mengganggu manusia dalam beribadah dan mengingat Allah subhanahu wa ta’ala. Sering ketika saya salat berjemaah di masjid dekat rumah menjumpai seorang jemaah yang terjangkit penyakit waswas. Ketika salat berlangsung satu rakaat dia mundur lalu ke kamar mandi untuk mengulang wudunya. Di kesempatan yang lain, masing orang yang sama, ketika Imam takbiratul ikram lagi-lagi dia mundur untuk wudu kembali. Dan entah berapa kali saya sering melihat jemaah tadi seperti itu. Sebenarnya maksud hati ingin mengajak berbicara perihal waswasnya itu, namun karena secara personal saya belum kenal baik akhirnya sampai hari ini belum saya lakukan.

Pada saat yang lain ada teman yang cerita. Dia kalau ke rumah makan tidak pernah memesan makanan olahan daging, baik ayam, kambing ataupun sapi. Saya tanya apa alasannya, ternyata dia waswas. Jangan-jangan daging yang dihidangkan tidak benar proses penyembelihannya, atau jangan-jangan daging yang dimasak ternyata bukan daging sapi, tapi daging babi. Repot kalau sudah kena waswas seperti ini. Apa kalau ke rumah makan harus kita cek dapunya terlebih dahulu..? tentu tidak. Hati-hati dalam memilih makanan halal memang hukumnya wajib. Namun terlalu hati-hati sehingga menimbulkan waswas itu yang harus dihindari. Karena akan menyulitkan kita sendiri. Tentu sebelum makan ke rumah makan kita sudah memilih-milih terlebih dahulu. Tidak asal masuk ke tempat makan yang belum kita ketahui. Memastikan menu apa saja yang tersedia, ketika sudah yakin semua hidangannya halal tentu kita tidak perlu waswas lagi.

Teringat dulu ketika saya masih di Papua, waktu main ke rumah teman. Sebenarnya dia Muslim namun sekalipun saya belum pernah melihatnya ke masjid. Tak lama setelah ngobrol ringan dia mempersilakan saya makan siang. Timbul rasa khawatir juga dalam hati, tidak nyaman karena di rumah teman tadi ada anjing piaraannya. Tapi untuk menolak ajakan makannya tidak enak hati karena sudah disiapkan. Mau makan sebenarnya juga kurang yakin dengan kehalalan makanan di rumah teman saya tadi. Akhirnya berangkat juga ke ruang makan memenuhi ajakannya. Begitu makan ternyata menu makan siangnya adalah masakan daging dan acar. Dagingnya saya lihat tampak putih, teksturnya lunak, jangan-jangan daging babi…. Timbul waswas dalam hati. Tapi karena segan dengan teman terpaksa saya makan juga. Rasanya di lidah seperti masih asing, tidak seperti daging sapi atau kambing, daging apa ini…? Dalam hati masih timbul rasa curiga. Tapi karena rasanya enak, lupa semua waswas di hati dan habis juga makanan yang dihidangkan.

Setelah makan teman saya berujar, “Ini tadi ibu yang masak Lobster….” Alhamdulillah dalam hati bersyukur, ternyata Lobster (Udang laut yang besar). Hati-hati dalah segala hal baik, namun waswas, rasa curiga berlebihan, ketakutan yang tidak beralasan dan prasangka buruk harus ditinggalkan.

           

Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...