Rabu, 08 Juli 2020

ILMU IKU KELAKONE KANTHI LAKU

Mencari ilmu adalah sebuah kewajiban. Ketika orang sudah berilmu kewajiban berikutnya adalah mengamalkan ilmu yang diperolehnya. Ilmu dan amal. Dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Ilmu tanpa amal tidak banyak manfaatnya. Ibarat pohon subur, kuat batangnya, lebat daunnya namun tidak ada buahnya. Pohon hanya untuk berteduh ketika panas menyengat di siang hari. Sebaliknya, amal tanpa ilmu adalah sebuah kesia-siaan, fatamorgana. Karena semua amal harus berlandaskan dengan ilmu yang benar.

Ketika belum mampu membaca Al-Qur’an dengan baik, kewajiban kita adalah belajar pada guru yang alim di bidang bacaan Al-Qur’an. Tatkala sudah sampai pada tataran mampu membaca dengan benar sesuai kaidah ilmu Tajwid, langkah berikutnya adalah mengamalkannya. Mengamalkan pada tingkat pertama, menerapkan ilmu dalam membaca Al-Qur’an kesehariannya. Membimbing orang lain agar mampu membaca Al-Qur’an dengan baik adalah bentuk pengamalan ilmu fase kedua.

Dikisahkan oleh Ustadz Muhammad Nursamad Kamba, seorang Kiai mengajarkan Al-Qur’an Surat Al’Ashr kepada santrinya dari ayat terakhir tentang SABAR sampai tiga tahun lamanya. Selama itu para santri hanya dimintanya menghayati dan mengamalkan SABAR, kemudian mengartikan BENAR dalam konteks SABAR itu. Lalu mengartikan amal saleh dalam konteks BENAR dan SABAR. Selanjutnya mengartikan iman dalam konteks AMAL SALEH, BENAR, dan SABAR itu.

Dalam kisah lain. Konon dahulu ada sultan yang sangat bijaksana. Sultan yang masyhur adil dalam memerintah dan dikenal rakyat memiliki kesabaran yang luar biasa. Ternyata sang sultan memiliki ritual yang ‘nyleneh’ setiap malam. Selepas Isya sang sultan tanpa sepengetahuan orang akan pergi ke sungai. Ketika sampai di sungai dia melemparkan cincinnya ke dalam sungai. Kemudian dia masuk ke sungai dan mencarinya sampai ditemukan lagi. Biasanya menjelang Subuh cincin baru ditemukan. Dan itu dilakukan selama bertahun-tahun. Suatu saat sang permaisuri bertanya perihal yang dilakukan suaminya. Kata sang sultan, “Itu aku lakukan untuk melatih kesabaranku”.

Ketika kita mengetahui arti sabar secara etimologi, secara istilah atau menurut Kamus Besar, itu baru sampai di derajat pengetahuan, belum sampai pada tingkat ilmu. Dan ilmu belum mencapai kesempurnaan ketika belum diamalkan. “Ilmu iku kelakone kanthi laku” Perilakulah yang menjadi bukti adanya ilmu.

Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...