Selasa, 31 Mei 2022

Menjadi Orang Jawa Separuhnya



Dulu kita tidak bisa memilih akan lahir dari rahim ibu yang mana, ayah siapa, atau menjadi orang (bangsa) apa. Menjadi orang Arab, China, Sunda atau Jawa bukanlah sebuah pilihan tapi sudah ketetapan yang tidak bisa kita hindari. Sama halnya dengan paras dan tubuh yang kita miliki. Apakah berkulit putih dan berhidung mancung atau berkulit gelap dan berambut ikal semua sudah menjadi kehendak yang Pencipta.

Pasti akan ada yang dilebihkan dan ada sisi kurangnya. Semua sudah menjadi bagian dari keadilan yang Maha Bijaksana. Dan tidak sepantasnya kita meragukan keadilan-Nya. Karena Dia Maha mengetahui apa yang tidak kita ketahui. Dan kewajiban kita selalu bersyukur atas semua pemberian (karunia) Allah.

Sebagai orang yang terlahir dari suku Jawa, saya tidak merasa lebih tinggi dari suku yang lain. Sebagaimana saya tidak merasa rendah dari yang lainnya. Pohon jati yang lebih tinggi dari pohon kelapa tidak serta-merta menunjukkan itu lebih baik. Pohon Jati memang diciptakan seperti itu, demikian pula pohon kelapa didesain semacam itu. Masing-masing memiliki manfaat dalam kehidupan.

Bila mungkin saya mengharap menjadi manusia Jawa sepenuhnya bukan separuhnya. Manusia Jawa yang mengerti budayanya, menjunjung tinggi leluhur dan memegang teguh nilai-nilai adabnya. Tapi dalam kenyataanya seringkali saya merasa masih menjadi manusia Jawa separuhnya atau setengahnya saja.

Apa yang tertinggal dari budaya leluhur kami. Bahasa Jawa juga tidak sepenuhnya mengerti dengan baik. Hanya bahasa kasar yang umum dalam pergaulan sehari-hari. Sementara menggunakan bahasa halus kami masih canggung dan kurang menguasai. Busana adat juga telah lama ditinggalkan. Memakainya hanya pada momen-momen tertentu. Itu hanya sebatas seremonmial belaka. Lengkap dalam kekurangan, manusia Jawa separuhnya.

 

 

 

 

Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...