Senin, 08 Februari 2021

LUPA JATI DIRI



Nenek moyangku orang pelaut

Gemar mengarung luas samudra

Menerjang ombak tiada takut

Menempuh badai sudah biasa


Angin bertiup layar terkembang

Ombak berdebur di tepi pantai

Pemuda b'rani bangkit sekarang

Ke laut kita beramai-ramai

Nenek moyangku seorang pelaut

…………………………….

 

Masih ingat lirik lagu itu ?. Itulah lirik lagu yang dulu sering dinyanyikan waktu masih kecil, ketika masih memulai mengenal sekolah. Lagu yang menggambarkan jiwa heroik, pantang mundur dalam menghadapi rintangan besar yang menghadang di depan. Dan sejarah mencatat, nenek moyang kita dulu memang benar-benar telah mengenal pelayaran. Ini dibuktikan dengan relief kapal yang ada di candi Borobudur.

Kehidupan Masyarakat Jawa Kuno yang sudah mengenal kemaritiman terlihat dari Relief Jataka-Avadana panil 86 dimana terlihat relief kapal yang sedang mengarungi samudera dan banyak ikan yang berada di bawah kapal serta awan yang berada di langit. Menurut catatan manuskrip kuno, leluhur kita dulu pernah berlayar sampai ke Madagaskar Afrika. Orang Indonesia adalah nenek moyang penduduk Madagaskar, demikian penelitian yang dimuat dalam jurnal Proceedings of the Royal Society B, 21 Maret 2012.

Kurang apa lagi “kebesaran” sejarah kita. Belum lagi membicarakan kejayaan Majapahit di masa keemasannya. Konon pada masa pemerintahan Prabu Hayam Wuruk dan Mahapatih Gajah Mada, Majapahit memiliki wilayah yang lebih luas dari pemerintahan Republik Indonesia saat ini. Wilayah utara sampai di kepulauan Philipina bagian selatan, sebagian Thailand (Siam) juga masuk dalam pemerintahan Majapahit sampai ujung timurnya di Papua Nugini.

Saya sekadar mengajak mengingat kembali sejarah nusantara. Kemudian berkaca dengan keadaan hari ini yang seakan kita justru sedang mengalami kemunduran sebagai sebuah bangsa. Sebagai bangsa seakan kita lupa dengan jati diri kita. Katanya kita adalah anak-anak pelaut yang pemberani, menerjang badai mengarungi samudera. Namun hari ini kita seperti melihat keadaan yang sebaliknya. Kita Hanya berani saling mencaci-maki, menghujat sesama anak bangsa bahkan masih bertindak rasisme sesama saudara se-tanah air. Kemana sportivitas kita, ramah tamah, suka menolong dan sifat membanggakan yang katanya semua itu budaya leluhur nenek moyang kita.

Coba kita bertanya pada diri sendiri. Kalau tidak menemukan jawaban yang memuasakan, coba bertanya pada hembusan angin malam yang dingin menusuk kulit, menembus sampai ke sumsum dan seluruh jaringan syaraf kita…

Selamat Istirahat…

 

Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...