Rabu, 04 Mei 2022

LUCUNYA TEMANKU #2



Bisa sekolah sampai tingkat lanjutan tsanawiyah ataupun aliyah di masa saya dulu (tahun 90-an) menjadi hal yang istimewa. Tidak semua anak bisa melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Putus sekolah atau tidak melanjutkan sekolah menjadi hal yang biasa dan umum.

Anak-anak sekolah generasi saya jarang yang membawa uang saku. Hanya sebagaian siswa yang orang tuanya katagori mampu saja yang bisa jajan di sekolah setiap hari. Dan saya tergolong anak yang tidak biasa jajan, bukan karena hemat tapi karena memang tidak pernah dapat jatah uang saku.

Meski jarang membawa uanga saku, bukan berarti kami tidak pernah jajan di kantin atau warung yang ada di dekat sekolah. Sesekali ada saja teman yang “traktir” mengajak kami ke kantin. Ya, paling cuma semangkuk bakso atau sepiring nasi pecel. Itu sudah menjadi kebahagiaan tersendiri, karena semua gratis alias tanpa bayar.

Siang itu, waktu istirahat teman saya Roni sedang duduk di teras masjid dekat sekolah kami. Sesaat kemudian dua temannya datang sambil nyeletuk, “Yuk ke kantin makan bakso!”. Dengan sigap Roni menjawab, “Ayo”. Bagai mendapat durian runtuh, Roni bergegas dengan penuh semangat beserta dua temannya menuju kantin sekolah.

Tanpa basa-basi sesampai di kantin ketiganya memesan apa yang diinginkan masing-masing. Dengan lahap Roni dan kedua temannya menikmati makanan di kantin dan sesekali mereka melempar candaan.

Setelah semua selesai menikmati hidangan, tiba-tiba Roni merasa ada gelagat yang aneh. Mengapa kedua temannya tetap diam saja tidak segera membayar bon mereka. Justru mereka tampak seperti kebingungan dan saling pandang. Akhirnya Roni bertanya, “Ini siapa yang bayar?”. Kedua temannya tampak semakin gugup. Salah satu menjawab dengan terbata, “Kami tidak bawa uang”.

Ealah… rupanya kedua teman Roni yang mengajak ke warung bukannya mau mentraktir, justru minta ditraktir. Padahal saat itu Roni sedang tidak membawa uang, dan dia senang ketika diajak ke warung karena berpikir akan mendapat traktir dari kedua temannya itu. Walhasil, ketiganya makan tanpa ada yang membawa uang. Dengan sedikit menahan malu roni berkata kepada pemilik warung, “Bu, mohon maaf kami lupa bawa uang, jadi bayarnya besok saja”. He..he apesnya Roni…

 

Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...