Kamis, 29 April 2021

Puasa Dan Kecerdasan Spiritual



Menjalankan amal-amal hasanah adalah cara yang ditempuh setiap Mukmin agar cahaya Ilahi yang dititipkan di hati itu tetap menyala dan sinarnya semakin kuat. Ramadhan dengan segala amal-ibadah yang ada di dalamnya serta lipatan pahala yang dijanjikan-Nya merupakan salah satu wahana terbaik pemeliharaan cahaya di hati.

Lapar dan dahaga saat puasa sebagai misal, menghaluskan jiwa, menyadarkan kepedulian sosial, menajamkan mata hati, dan melejitkan kecerdasan spiritual. Puasa menjadikan cahaya hati bukan hanya tetap menyala, tapi membuat sinarnya semakin kuat. (Menggali Spiritualitas Ramadhan, Syarah Renungan Rektor IAIN Tulungagung).

Menurut Imam al-Ghazali, lapar dapat menjernihkan serta menajamkan hati dan pikiran. Tiada yang dapat menundukkan nafsu melebihi rasa lapar. Dengan terbiasa lapar, papar al-Ghazali, kita justru akan merasa puas dengan sedikit harta yang kita miliki. Beban biaya hidup keseharian akan kita rasakan ringan. Rasa syukur akan semakin meningkat. Kesadaran sosial kita akan lebih tinggi terhadap orang-orang fakir miskin.

Puasa adalah salah satu tirakat (laku spiritual) yang sudah menjadi kebiasaan orang-orang zaman dahulu. Tirakat ini dilakukan secara rutin dan istiqamah sehingga seseorang dikatakan mampu melawan hawa nafsunya sendiri. Tirakat merupakan ajang pelatihan  hawa nafsu seseorang. Ia meninggalkan kenikmatan-kenikmatan dunia seperti nikmat kenyang, nikmat tidur, nikmat kesenangan duniawi. Apabila seseorang dapat melatih hawa nafsunya, maka ia akan semakin mudah untuk istiqomah, qonaah, ikhlas, syukur, zuhud, dan wirai. Sifat-sifat inilah yang diharapkan tertanam pada seseorang setelah melakukan tirakat. Sehingga puncak dari tirakat ini adalah sepenuhnya melakukan sesuatu untuk menggapai ridha Allah, bukan untuk kepentingan duniawi semata.

Bila lapar mampu membuka mata hati, sebaliknya kenyang menjadikan seseorang tumpul hatinya. Dalam perjalanan spiritual, nafsu kerap mengganggu dan menipu seorang yang secara sadar memilih pengembaraan menuju kepada-Nya. Nafsu makan, akan mengganggu konsentrasi dan kekhusukan seorang abid dalam beribadah. Perut yang penuh dengan makanan, biasanya akan menjadikan enggan dan malas. Seperti pesan Luqman berkata kepada anaknya, "Hai anakku, jika perut kenyang, akal akan tertidur, kebijaksaan akan membeku, dan anggota badan menjadi enggan melaksanakan ibadah."

 


 

 

 

 

Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...