Jumat, 19 Maret 2021

Bahaya Merokok: Ilusi Atau Nyata #2

 


Bila dilihat dari sudut pandang budaya, masyarakat kita sudah akrab dengan tembakau sejak zaman dahulu. Menurut sebuah literatur selain ditambahkan pada tradisi mengonsumsi sirih, tembakau juga dikonsumsi sendiri secara terpisah, baik itu dengan cara dikunyah atau dirokok. Kebiasaan baru ini melahirkan istilah baru dalam kosa-kata bahasa Jawa “nyusur” atau “susur”. Tembakau khusus untuk makan sirih ini dikenal dengan nama “tembakau sugi”. Nyirih, nginang dan nyusur  pada perkembangannya tidak memiliki perbedaan semantik alias artinya setali tiga uang.

Meskipun literatur mencatat kebiasaan menambahkan tembakau diperkirakan baru dimulai sejak paruh kedua abad ke-18, tapi nampaknya kebiasaan mengonsumsi tembakau, bahkan dengan cara baru yaitu “dirokok”, sesungguhnya justru sudah berlangsung lebih lama. Menurut peneliti masuknya tembakau tahun 1600, di masa penjajahan.

Pada awalnya dulu, untuk membuat rokok bahannya sangat sederhana. Cukup tembakau dengan cengkih yang digulung dengan kulit jagung (klobot). Dan itulah pelengkap para sesepuh ketika berbincang santai dengan para tetangga atau tamu yang datang. Kini rokok sudah menjadi bagian dari industri perdagangan yang besar. Rokok adalah urusan industri yang melibatkan  pemilik modal besar dan bagian korporasi rokok global. Dan katanya, pemilik merk rokok besar di Indonesia adalah mereka yang masuk sebagai orang-orang terkaya di negeri kita.

Merokok seolah-olah sudah menjadi bagian budaya masyarakat kita zaman dulu. Lebih sebagai tanda keakraban dalam persahabatan. Namun dalam perkembangan masa, saat ini menurut data sejumlah 57 juta orang di Indonesia menjadi pengonsumsi rokok aktif dan menjadi salah satu yang terbesar di dunia. Tentu pemerintah berkepentingan mengendalikan besarnya jumlah perokok. Saat ini telah banyak langkah (pendekatan) bagaimana tradisi merokok bisa dikurangi. Dan ini dibutuhkan usaha yang keras, karena tidak mudah meninggalkan kebiasaan merokok. Selain budaya, banyaknya jumlah perokok juga dipengaruhi dari promosi rokok yang semakin menarik. Kita lihat iklan rokok di televisi maupun di media cetak. Begitu menariknya. Citra perokok dikaitkan dengan "kejantanan", ekslusif, dan gagah.

Konon katanya, merokok itu memiliki dimensi manfaat. Menurut sebuah penelitian, merokok bisa menmcegah penyakit parkinson dan obesitas. Manfaat berikutnya meningkatkan daya pikir. Sebagian orang kehilangan "kecerdasannya" ketika beraktivitas tanpa ditemani “kebulan” asap sigaret kretek. Dampak merokok (bagi sebagian orang) menjadikan ia lebih produktif dalam bekerja. Adapun gangguan kesehatan akibat merokok amat mudah kita baca pada bungkusnya.

 

 

Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...