Rabu, 09 September 2020

MEMBANGUN KEBIASAAN MENULIS

MEMBANGUN KEBIASAAN MENULIS

 

Kita sadari bila semua perbuatan baik berawal dari pikiran yang baik. Setiap hari kita akan selalu berusaha mengulang perbuatan baik pada hari-hari sebelumnya. Jati diri kita adalah kumpulan perilaku yang terus diulang-ulang. Perilaku yang kita sebut sebagai kebiasaan. Misalnya, bagi orang yang sudah biasa mengerjakan salat sunah akan terasa berat untuk meninggalkannya, meskipun sebenarnya tidak berdosa baginya kalau tidak bisa mengerjakan. Atau kebiasaan seseorang yang ringan, minum kopi, pasti akan terasa ada yang kurang ketika belum menikmati kopi kesukaannya. Bagi penggemar musik klasik akan merasa tidak nyaman ketika mendengar musik rock yang menghentak-hentak, simpel saja karena dia tidak terbiasa mendengar musik rock.

Kebiasaan bisa terbentuk karena naluri yang cenderung suka sejak awal. Ada ketertarikan yang natural terhadap suatu aktivitas tertentu. Olahragawan secara “passion” memang suka berolahraga. Tidak perlu mengajak dia menyukai kegiatan olah raga, dengan senang hati dia akan melakukannya. Namun ada  juga kebiasaan yang dihasilkan dari sebuah kesadaran diri bukan karena minat atau ketertarikannya. Salah satunya adalah kebiasaan menulis. Karena menulis kita anggap sebuah aktifitas yang sangat bernilai, maka kita dengan penuh kesadaran berusaha untuk melakukannya dan menjadikan sebuah kebiasaan. Proses ini tentu tidak akan mudah untuk menjadi sebuah kebiasaan. Ada latihan panjang untuk menjadikan menulis sebagai sebuah kebiasaan.

Seperti yang disarankan mentor kita (Dr.Ngainun Naim), menulis harus setiap hari berapa pun hasilnya. Satu paragraf, dua paragraf, atau sampai di target lima paragraf. Menulis harus dilakukan berulang kali, terus-menerus sampai menjadi sebuah kebiasaan. Ketika kita sudah mampu menjalaninya rutin dalam tiga bulan, sepertinya menulis sudah menjadi hobi baru. Tidak perlu ada paksaan lagi, karena sudah bisa memetik manfaat yang bisa langsung dirasakan. Dan mungkin tak perlu banyak dorongan lagi, ajakan atau motivasi dari para motivator. Sudah tumbuh motivasi dari dalam dirinya sendiri. Selanjutnya tinggal menjaga kelangsungan kebiasaan baru ini terus berjalan. Miliki keteguhan hati yang kuat dan selalu bersikap konsisten. Satu hal yang perlu diingat, dalam kondisi sibuk dan banyak tugas aktivitas menulis tetap diusakahan berjalan. Karena ketika kita berhenti satu hari saja, itu akan berdampak munculnya kembali rasa malas menulis.

Mengapa harus setiap hari menulis?. Kita ambil analogi seorang pemain sepak bola misalnya, akan terus latihan secara rutin untuk mengasah keahlian yang mereka harapkan. Mereka sangat senang dan antusias melakukannya. Begitu juga dengan kebiasaan menulis ini, perlu metode dan sistem agar proses latihannya bisa berjalan dengan baik dan membuatnya semakin terampil. Kita hanya perlu melakukan secara santai saja tanpa ada tekanan atau tuntutan sesuatu. Seolah-olah sudah menjadi seperti sebuah kebutuhan. Begitu sudah menjadi kebiasaan maka jika tidak menulis dalam sehari saja rasanya di hati ada yang kurang.

Bagaimana dengan ide menulis? Ketika menulis setiap hari apa kita tidak akan kehabisan ide. Sepertinya tidak, ide akan tetap ada di sekitar kita, ide itu tidak terbatas. Kita bisa melibatkan kehidupan dunia nyata dalam catatan-catatan. Tinggal bagaimana kita mengepak sebuah ide menjadi karya tulis. Jangan pernah menganggap remeh gagasan sederhana yang dianggap terlalu biasa.

Menurut para penulis yang sudah matang ada beberapa ikhtiar untuk menjaga kebiasaan menulis kita. Diantaranya, meluangkan waktu untuk membaca sangat membantu metode belajar menulis, karena dengan banyak membaca spontan akan menambah perbendaharaan kata. Semakin banyak kita membaca maka semakin luas pemahaman yang kita miliki. Sehingga kemampuan menulis juga akan ikut berkembang. Dan masih ada cara membiasakan menulis, bawa buku catatan ke mana-mana atau memanfaatkan ponsel untuk membuat coretan (konsep tulisan). Mungkin tidak harus detail, hanya kerangka ide yang yang bisa dikembangkan menjadi artikel yang utuh. Pada akhirnya kita akan sadar, bahwa menulis telah menjadi “kebiasaan”.

 

 

 

Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...