Selasa, 14 Juni 2022

Eril, Spenggal Cerita Untuk Direnungkan…

 



Minggu ini “dunia” kita dipenuhi dengan berita meninggalnya putra sulung Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Emmeril Kahn Mumtadz atau Eril, meninggal lantaran tenggelam di sungai Aare Bern, Swiss. Dua pekan kemudian jenazahnya ditemukan di bendungan Engehalde. Eril kembali ke pangkuan ilahi di saat usia masih belia.

Kepergiannya ditangisi khalayak ramai. Sepenjuru negeri juga ikut bersimpati. Dari layar kaca televisi sampai platform media sosial semua khabarnya tentang Eril. Memang maut sebuah misteri. Sering kematian datang dengan mendadak sehingga betul-betul mengejutkan. Sebenarnya kita semua sudah memahaminya, meski tetap saja kita dibuat kaget.

Ada orang yang diberi usia singkat tapi dikenang dengan kebaikan-kebaikannya. Ada pula orang yang diberi kesempatan hidup yang panjang namun ia gagal memanfaatkan kesempatan, tidak meninggalkan jejak kebaikan. Maut adalah nasihat bagi kita yang masih kehidupan. Ia datang tanpa menunggu kita sudah siap atau belum. Yang berbadan sehat dan masih muda bukan garansi pertanda masih panjang usianya. Amat banyak contohnya dalam kehidupan ini yang terlena.

Kematian tidak pernah membedakan derajat dan status sosial seseorang. Apakah anak pejabat, orang kaya maupun rakyat jelata semua tiada daya ketika waktu kematian telah tiba. Tidak ada negosiasi.

Semua orang sadar bahwa ia pasti akan mengalami kematian. Tapi sedikit saja yang mau merenung dan mengambil pelajaran. Banyak yang “sibuk” takut sementara tidak berusaha mempersiapkan segalanya. Tiada guna semua ketakutan itu, karena pasti tidak akan menjadi sebab tertundanya maut. Sepenggal kisah Eril menjadi pengingat kepada kita semua, bahwa maut cepat atau lambat pasti akan menjemput kita.

 

 

 

Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...