Senin, 09 November 2020

MEMBANGUN MINAT MEMBACA SISWA


Gerakan membangun literasi kini semakin menggema. Tentu ini adalah hal yang menggembirakan. Sebagai insan pendidik, kita menilai gerakan ini sangat penting. Kesadaran membaca dan menulis harus terus dibangun di masyarakat. Sudah tepat bila  gerakan membaca dan menulis lebih diintensifkan di lembaga-lembaga pendidikan. Kembali pada istilah literasi, apa makna literasi sebenarnya?. Menurut UNESCO “The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization”, Literasi ialah seperangkat keterampilan nyata, terutama ketrampilan dalam membaca dan menulis yang terlepas dari konteks yang mana ketrampilan itu diperoleh serta siapa yang memperolehnya.

Menurut riset, negara-negara maju adalah negara yang minat baca masyarakatnya tinggi. Oleh karena itu minat baca menduduki posisi penting bagi kemajuan suatu bangsa. Dibanding dengan Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN dan negara asing lainnya, Indonesia masih menduduki urutan terbawah dalam hal minat baca. Berdasarkan survey Unesco minat baca masyarakat Indonesia menduduki urutan 38 dari 39 negara yang diteliti. Laporan bank Dunia (Education in Indonesi from Crisis to recovery) menyebutkan bahwa tingkat membaca usia kelas VI Sekolah Dasar di Indonesia hanya mampu meraih skor 51,7 di bawah Filipina (52,6), Thailand (65,1) dan Singapura (74,0).

Berdasarkan studi lima tahunan yang dikeluarkan oleh Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS) pada tahun 2006, yang melibatkan siswa sekolah dasar (SD), hanya menempatkan Indonesia pada posisi 36 dari 40 negara yang dijadikan sampel penelitian. Posisi Indonesia itu lebih baik dari Qatar, Kuwait, Maroko, dan Afrika Selatan. Berdasarkan data CSM (Center for Social Marketing), yang lebih menyedihkan lagi perbandingan jumlah buku yang dibaca siswa SMA di 13 negara, termasuk Indonesia. Di Amerika Serikat, jumlah buku yang wajib dibaca sebanyak 32 judul buku, Belanda 30 buku, Prancis 30 buku, Jepang 22 buku, Swiss 15 buku, Kanada 13 buku, Rusia 12 buku, Brunei 7 buku, Singapura 6 buku, Thailand 5 buku, dan Indonesia 0 buku.

Data-data di atas tentu saja hanya saya kutip dari media. Kebenaran dan keakuratan data tentu saja masih bisa diperdebatkan. Namun sepertinya banyak riset yang dilakukan oleh beberapa NGO (Non Government Organization) memiliki kemiripan. Hasil penelitian selalu menempatkan kita pada urutan yang rendah. Sudahlah, kita anggap saja data-data tersebut memang benar adanya. Bahwa minat baca masyarakat kita masih rendah. Begitu pula minat menulisnya. Tidak perlu kita tersinggung, namun segera memikirkan langkah-langkah yang urgen untuk membangun minat baca dan menulis. Minat baca dan menulis semestinya harus dimulai sejak dini, sejak anak mengenal pendidikan.

Menyukseskan gerakan membaca dan menulis siswa tentu dengan segera membangun sarana penunjangnya. Kita menyuruh siswa membaca, sementara buku bacaan yang bermutu tidak tersedia, tentu ini menjadi hal yang absurd. Sudah saatnya lembaga pendidikan menyiapkan sarana untuk membaca yang nyaman, ya perpustakaan sekolah yang representatif mutlak harus ada. Banyak perpustakaan sekolah selama ini belum dapat dioperasikan dengan maksimal. Indikasinya, banyak lembaga pendidikan yang gedung perpustakaannya kurang terawat, buku-buku bacaan pun tidak tertata dengan rapi. Tiba masanya untuk berbenah. Membangun minat membaca siswa harus dimulai dengan membangun perpustakaan sekolah. Ketika sekolah sudah mampu mewujudkan sarana baca yang memadai itu akan menjadi magnet yang menarik siswa untuk gemar membaca.

 

 

 

Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...